REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya berencana memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pemanggilan ini terkait laporan yang diterima kepolisan terkait kebijakannya dalam menutup Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Iya kita akan lakukan (panggil Anies)," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Adi Deriyan saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Senin (26/2).
Dalam proses penyelidikan laporan itu, Adi mengatakan, penyidik akan melihat apakah ada atau tidaknya unsur pidana dalam proses penutupan jalan tersebut. Keterangan pelapor pun akan terlebih dahulu diambil, termasuk dasar atas pelaporan itu.
"Setelah proses dikeluarkannya surat perintah penyelidikan, ketika surat perintah penyelidikan sudah dikeluarkan ya kita akan panggil (Anies)," ujar dia.
Surat penyelidikan juga direncanakan akan keluar pada pekan ini. Tentunya dalam proses pengambilan keterangan itu, akan bertahap dan dilihat dari pihak mana yang melakukan kajian penutupan jalan itu sendiri.
"Kasus ini tetap di Polda. Dalam proses pengambilan keterangan, tentu kan bertahap ya. Apakah ini murni pertimbangannya seperti apa, pasti punya kajian, nah kajiannya itu, dibuat oleh siapa," kata Adi.
Jika memang kebijakan dibuat oleh Dishub, tentu Dishub harus menjelaskan kajiannya, kemudian jika memang Anies, maka Anies akan dimintai keterangan. Semua akan dilakukan oleh pihak kepolisian secara bertahap.
Untuk diketahui, Anies dilaporkan Sekretaris Jenderal Cyber Indonesia Jack Boyd Lapian dengan laporan bernomor TBL/995/II/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 22 Februari 2018. Dia dilaporkan soal kebijakannya dalam penataan Tanah Abang yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Jack menjelaskan laporan ini dibuat karena Pemprov DKI dinilai tidak mempunyai aturan hukum soal penutupan kawasan Tanah Abang. Dia menilai keputusan mantan Mendikbud itu bertentangan dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dengan ancaman pidana 18 bulan atau denda Rp 1,5 miliar.