REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM — Komisi II DPR RI masih percaya penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu bekerja secara profesional. Citra kedua lembaga tersebut sempat tercoreng menyusul penangkapan komisioner KPU dan Ketua Panwaslu Garut, Jawa Barat, oleh Mabes Polri.
"Persoalan penangkapan anggota KPU dan Ketua Panwaslu Garut itu tidak bisa digenaralisir semua penyelenggara Pemilu seperti itu. Karena itu hanya ulah oknum," kata Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali saat melakukan kunjungan kerja bersama anggota Komisi II DPR RI di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (1/3).
Menurut dia, kalaupun apa yang terjadi di Garut tidak bisa lantas dianggap sebagai kesalahan kolektif seluruh penyelenggara pemilu. Karena itu, dia percaya lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu masih profesional dan independen dalam bekerja.
Meski begitu, politikus dari Partai Golkar ini, menyesalkan terjadinya penangkapan anggota KPU dan Panwaslu Garut yang diduga menerima suap untuk meloloskan salah satu bakal calon. “Kami sesalkanlah pastinya. Makanya di Pilkada serentak ini pertaruhan bagi penyelenggara pemilu," katanya.
Khusus di NTB, Zainudin mengatakan, Komisi II melihat kinerja KPU sudah sangat baik. Meski ada kekurangan, dia mengatakan, secara keseluruhan seluruh tahapan yang sudah berlangsung sesuai dengan aturan. Terlebih lagi di NTB ada empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan ikut dalam kontestasi Pilkada 2018.
Sekretaris Daerah (Sekda) NTB H Rosyadi Sayuti menyebutkan ada empat pelaksanaan pilkada serentak yang akan berlangsung di NTB 2018. Pilkada gubernur/wakil gubernur NTB. Pilkada bupati/wakil bupati Lombok Barat, Pilkada Lombok Timur dan Pilkada kota Bima. "Untuk Pilkada NTB di ikuti empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Dari semua proses tahapan yang sudah berlangsung semuanya berjalan dengan damai dan lancar," katanya.