REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai politik mengeluhkan kekurangan sumber daya manusia dari kalangan perempuan untuk dijadikan sebagai bakal calon anggota legislatif jelang Pemilihan Umum 2019. Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) Hetifah Sjaifudian mengatakan rekan-rekannya satu partai banyak yang enggan mencalonkan kembali sebagai anggota legislatif karena pernah gagal pada saat Pemilu 2014.
"Kader kami banyak yang bagus dan berpengalaman, tapi ketika ditawari maju lagi mereka tidak mau karena kapok di 2014," kata Hetifah dalam sebuah diskusi bertajuk Tantangan Perempuan di Tahun Politik di Jakarta, Senin (5/3).
Hetifah menjelaskan belum terwakilinya perempuan di dunia politik secara maksimal salah satunya disebabkan oleh stigma pemilih yang cenderung lebih percaya kepada politisi pria daripada perempuan. "Jika ada dua kandidat, satu laki-laki dan satu perempuan, dengan kualitas sama; maka pemilih sepertinya lebih percaya kepada kandidat pria," tambahnya.
Hal serupa juga disampaikan Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Euis Fatayaty. Euis mengatakan upaya partai di Pemilu 2019 lebih berat dibandingkan pada pelaksanaan pemilu sebelumnya. Di Pemilu 2014, kader-kader perempuan memiliki semangat tinggi untuk bertarung dalam pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD.
"Jadi kalau di PAN, pemilu kali ini berbeda dengan sebelumya. Pemilu 2014 itu orang masih semangat, tapi di 2019 ini merupakan perjalanan berat. Oleh karena itu, saya bertugas menyemangati mereka supaya jangan keluar dari partai dan kembali mencalonkan," jelasnya.
Berdasarkan laporan Global Gender Gap dari Forum Ekonomi Dunia Tahun 2017, Indonesia menduduki peringkat ke-63 dari 144 negara dalam hal kemajuan yang telah dilakukan untuk mengurangi kesenjangan gender di bidang politik. Pemerintah, DPR, lembaga penyelenggara dan pegiat pemilu terus berupaya supaya kesenjangan gender dalam politik di Tanah Air dapat dikurangi guna tercapainya demokrasi yang setara.
Salah satu upayanya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur keterwakilan perempuan sedikitnya 30 persen di setiap daerah pemilihan.