REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta pihak UIN Sunan Kalijaga memberikan penjelasan ke publik terkait pelarangan terhadap mahasiswi yang dalam aktivitas menggunakan cadar. Apabila kebijakan tersebut diyakni benar, maka perlu ada pertimbangan secara bijaksana.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution mengatakan, perbatasan terhadap hak-hak konstitusional warga negara hanya diperbolehkan berdasarkan pembatasan yang ditetapkan dengan UU dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain. Sekaligus untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum (Pasal 28J ayat (2) UUDNRI tahun 1945).
"Kalau mereka itu meyakini sebagai pengamalan keagamaan itu hak konstitusional warga negara yang harus dipenuhi. Pimpinan UIN Suka Yogyakarta sebagai perwakilan negara justru punya mandat melindungi dan memenuhi hak konstitusional itu (Pasal 28I ayat (4) UUDNRI tahun 1945)," ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (8/3).
Menurutnya, kalau sampai ada mahasiswa yang dilarang apalagi sampai dikeluarkan karena memakai atribut yang mereka yakini sebagai pengamalan keagamaan, mereka berhak menuntut hak konstitusionalnya kepada negara. "Sekiranya ada perbedaan pandangan antara pimpinan kampus dengan mahasiswanya sendiri, sebaiknya sebelum semua terlanjur, ada baiknya pihak rektor menempuh cara-cara yang persuasif dan edukatif dengan mengedepankan dialog dengan mahasiswanya untuk menyelesaikan persoalan," ungkapnya.
Maneger menyebut, semua pihak bersetuju bahwa keberagamaan yang dikembangkan di Indonesia adalah keberagamaan yang otentik dan inklusif. Untuk itu, dalam menyelesaikan persoalan radikalisme berbasis agama, sebaiknya dicari persoalan hulunya.
"Pelarangan dan apalagi penghukuman adalah persoalan hilir. Kalau persoalan hulunya tidak tersentuh, persoalan hilir akan terus terlahir," tandasnya.