REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat bicara ihwal rencana pelarangan penggunaan cadar oleh mahasiswi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta. Menurut Lukman, kebijakan UIN Suka merupakan alasan akademik dan administratif.
Sebab, ada beberapa ketentuan tata tertib yang berlaku di perguruan tinggi (PT). "Bukan karena alasan teologis atau agama, fiqih atau lainnya. Karena yang dikeluhkan oleh rektor, dosen, kalau orang yang tertutup seluruhnya hanya matanya saja nampak ketika akan ujian-ujian sulit, apakah ini yang ikut ujian mahasiswa yang terdaftar atau jangan-jangan joki," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kendati demikian, Lukman menegaskan pemakaian cadar dalam Islam merupakan wujud pengalaman keyakinan beragama. Hal itulah yang harus dihormati oleh sesama umat beragama.
"Yang mengatakan bukan bagian pengamalan agama masing-masing harus membangun toleransi yang tinggi, saling menghargai, dan tidak boleh saling memaksakan. Jadi ini pandangan yang sangat beragam," katanya.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini menambahkan, sikap UIN Suka bukan pada persepektif ini, melainkan bentuk mekanisme program akademik. Mekanisme itu harus dilakukan secara terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. "Itu kewenangan penuh program tinggi keagamaan. Itu otonomi kampus," ujar Lukman menjelaskan.
Petinggi dua organisasi massa Islam terbesar di Tanah Air, PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama, memiliki pandangan berbeda terkait kebijakan UIN Suka. Hak asasi manusia (HAM) jadi titik perbedaan kedua pihak.
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, kebijakan UIN Suka sudah melanggar HAM sebagaimana tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945. Menurut dia, peraturan UIN Suka jelas lebih rendah daripada dasar negara Indonesia. "Lalu pertanyaannya adalah di negara kita ini ada hierarki hukum. UUD 1945 menempati posisi paling tinggi," ujarnya di Jakarta, Kamis (8/3).
Oleh karena itu, menurut Anwar, apabila ada warga negara memakai cadar, maka negara harus menghormati. Begitupun jika yang bersangkutan tidak mau bercadar.
Untuk itu, Anwar menyarankan agar Rektor UIN Suka menggunakan cara-cara yang lebih persuasif terhadap mahasiswi yang bercadar. Sehingga tidak membuat bangsa ini kembali berada dalam kegaduhan.
Ketua PBNU Sulton Fatoni menghargai kebijakan UIN Suka. Menurut dia, langkah itu tidak melanggar HAM. "Karena rektor tidak melarang menutup aurat, yang dilarang hanya memakai cadar," kata Sulton saat dihubungi dari Jakarta, kemarin.
Menurut dia, dalam konteks pelarangan cadar di UIN Suka, rektor sedang memberlakukan peraturan yang memudahkan proses belar mengajar perkuliahan dengan cara memilih memberlakukan dua aturan, yaitu kerudung-jilbab dan tidak cadar. Kendati demikian, Sulton tidak menyalahkan jika ada Muslimah yang berketetapan menggunakan cadar.
Tidak ada pelarangan
Polemik rencana pelarangan mahasiswi bercadar di UIN Suka mengemuka beberapa waktu belakangan. Hal itu dipicu penerbitan surat resmi dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018. Dalam surat disebutkan rektorat akan memecat mahasiswi yang tidak mau melepas cadar mereka saat beraktivitas di kampus. Pihak kampus telah melakukan pendataan jumlah mahasiswi yang mengenakan cadar.
Rektorat juga sudah membentuk tim konseling dan pendampingan kepada mahasiswi bercadar agar mereka mau melepas cadar saat berada di lingkungan universitas. Mereka akan mendapatkan pembinaan dari kampus melalui tujuh tahapan berbeda. Jika seluruh tahapan pembinaan telah dilampaui dan mahasiswi yang bersangkutan tidak mau melepas cadar, maka pihak UIN akan memecat mahasiswi tersebut.
Langkah UIN Suka lantas direspons berbagai kalangan via komentar di media massa maupun media sosial. Terbaru, pada Rabu (7/3), Forum Umat Islam (FUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyambangi kampus UIN Suka. Mereka bermaksud mengonfirmasi perihal rencana pelarangan UIN Suka Yogyakarta terhadap penggunaan cadar oleh mahasiswi.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan tidak ada larangan penggunaan cadar di kampus-kampus di Yogyakarta. Tidak terkecuali oleh UIN Suka. "Bukan melarang. Jadi bukan tidak boleh," ujarnya di Yogyakarta, Kamis (8/3).
Menurut Sri Sultan, sejauh ini belum ada keputusan perguruan tinggi manapun yang ingin melarang mahasiswi mengenakan cadar. Yang ada hanyalah pihak kampus ingin membangun dialog dengan mahasiswi-mahasiswi bercadar.
Oleh karena itu, Sri Sultan berharap permasalahan ini tidak dibolak-balik, apalagi diartikan sebagai pelarangan penggunaan cadar. "Itu isu (pelarangan mahasiswi bercadar). Tapi kan tidak ada ketentuan yang mengatur (pemecatan) itu," katanya.
(wahyu suryana, Pengolah: muhammad iqbal).