Sabtu 10 Mar 2018 13:50 WIB

'Ada Hoaks untuk Gagalkan Program Registrasi Kartu Prabayar'

Program registrasi kartu prabayar ini diklaim bisa menekan angka kejahatan siber.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Nidia Zuraya
Diskusi terkait keamananan data dalam registrasi kartu seluler prabayar, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3).
Foto: Arif Satrio Nugroho/Republika
Diskusi terkait keamananan data dalam registrasi kartu seluler prabayar, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informasi di Bidang Hukum Henri Subiakto menyebut adanya hoaks yang sengaja dihembuskan dalam program registasi kartu Subscriber Identity Module (SIM) telepon seluler yang dicanangkan pemerintah. Menurutnya, hoaks itu dihembuskan untuk menggagalkan program tersebut.

Hoaks tersebut, kata Henri misalnya terkait adanya kebocoran data. Di samping itu, kata dia, kekhawatiran akan adanya kebocoran seluruh data yang dimasukkan masyarakat saat melakukan registrasi kartu SIM.

Padahal, menurutnya, yang dimasukkan adalah nomor Kartu Keluarga (KK) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) saja. Data rinci Dukcapil lainnya, tidak diserahkan pada operator. "Dari awal mereka (hoaks) mencoba menggagalkan program ini," kata Henri di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3).

Ketika ditanya terkait siapa pihak-pihak penyebar hoaks tersebut, Henri menduga mereka adalah orang yang meras dirugikan dengan adanya program ini. Pasalnya, menurut dia, program ini bisa menekan angka kejahatan siber seperti penipuan hingga ancaman terorisme.

photo
Cara registrasi ulang kartu prabayar seluler.

"Saya menangkap ada orang orang yang merasa dirugikan dalam program pemerintah ini," kata dia.

Lebih lanjut, Henri menjelaskan, ketika pemerintah mensyaratkan permintaan nomor KK dan NIK, hal tersebut juga merupakan bentuk kecil cyber security. Dengan mensyaratkan dua nomor identifikasi tersebut, diharapkan upaya orang yang berniat menyalahgunakan data seseorang dapat ditekan.

"Kalau cuma satu, misalnya KTP saja orang bisa saja merandom cari di internet. Kalau dengan dua sulit merandom. Tapi tidak perlu pakai nama dan lain lain. Yang diminta pemerintah operator NIK dan KK," kata Henri menjelaskan.

Kendati demikian, diakuinya penyalahgunaan data bisa saja terjadi. Hal ini terbukti dari tersebatnya banyak KK dan KTP di internet yang tidak diketahui asalnya. Data tersebut rawan disalahgunakan.

Namun, soal kebocoran data, ia membantah keras hal tersebut. "Tak ada kebocoran data, yang ada adalah orang memanfaatkan dara pribadi orang. Kalau ada pemanfaatan itu jangan kemudian disalahkan program ini," ujar dia.

Mengenai hal tersebut, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipul Zudan Arif Fakhrullah berharap masyarakat agar lebih berhati-hati dalam mengunggah data pribadi berupa KTP ataupun KK."Kita minta kesadaran bersama menjaga data pribadi, jangan upload KK dan KTP ke Internet untuk hal yang tidak jelas sengaja atau tidak," ujar dia.

Menurut laporan terakhir pada Sabtu (10/3) pagi, sebanyak 339 juta orang telah melakukan registrasi kartu SIM. Registrasi dilakukan melalui pesan singkat, internet maupun mendatangi gerai operator masing-masing.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement