REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aturan baru servis dalam bulutangkis yang ditetapkan Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) mulai diterapkan dalam pelaksanaan Jerman Terbuka 2018 yang berakhir pada akhir pekan kemarin. Hampir semua pemain mengeluhkan aturan baru tersebut. Seluruh pemain nyaris pernah dinilai salah ketika melakukan servis oleh service judge.
Pelatih kepala ganda putra Indonesia, Herry IP menilai jika aturan ini tetap akan diteruskan, maka harus dibantu dengan penerapan teknologi mata elang atau hawk eye. Sehingga pemain bisa meminta challenge (melihat review di video) jika servisnya dinilai salah.
"Ini merugikan untuk semua pemain, khususnya ganda. Kita harus mencari solusinya, jangan sampai kita terlalu lama menyalahkan aturan baru ini, bagaimanapun juga, aturan ini harus dijalani dan kita harus beradaptasi," ujar Herry, Selasa (13/3).
Dengan apa yang telah dilakukan dalam uji coba di Jerman Terbuka kemarin, ia menilai satu kemenangan dalam pertandingan bisa ditentukan oleh seorang service judge.
"Bisa saja dibilang kemenangan ditentukan oleh service judge," jelasnya.
Herry mencontohkan pasangan ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Sejak main di babak pertama hingga semifinal, semua servis dinilai aman. Namun saat di partai final menghadapi ganda Jepang Takuto Inoue/Yuki Kaneko, Fajar dinilai melakukan kesalahan servis hingga lima kali.
"Saya lihat posisinya servisnya sama, tingginya sama, semua sama, tapi service judge beda orang. Jadi yang menentukan itu service judge, peluang human error juga besar," kata Herry.
Untuk itu ia menekankan diperlukannya teknologi hawk eye.
"Jadi kalau dinyatakan salah, kita bisa challenge dengan bukti yang jelas, ada rekaman, otentik dan bisa dipertanggungjawabkan, ini lebih fair. Kalau sekarang kan penilaian sesaat saja, yang tahu hanya service judge dan Tuhan, dan keputusan ini mutlak, tidak bisa diprotes," demikian Herry.