Rabu 14 Mar 2018 18:21 WIB

'Kami Tolak Pesantren Jadi Pelabuhan Batu Bara'

Ketenangan para santri dalam menuntut ilmu di Pesantren Darussalam kini terusik.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Puluhan massa dari Ikatan Keluarga Pelajar Darussalam Eretan menggelar unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Indramayu, Senin (12/2). Aksi itu sebagai bentuk protes atas sengketa tanah wakaf yang membuat pondok pesantren tempat mereka menimba ilmu kini terancam tergusur.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Puluhan massa dari Ikatan Keluarga Pelajar Darussalam Eretan menggelar unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Indramayu, Senin (12/2). Aksi itu sebagai bentuk protes atas sengketa tanah wakaf yang membuat pondok pesantren tempat mereka menimba ilmu kini terancam tergusur.

REPUBLIKA.CO.ID, Bermula dari ikrar wakaf yang diucapkan MR kepada KH Masyhuri Baidlowi sekitar 2001 silam, Pondok Pesantren Darussalam berdiri. Saat itu, MR mewakafkan tanah miliknya yang terletak dipinggir jalur pantura Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu.

Dengan penuh amanah dan kerja keras, KH Masyhuri Baidlowi pun membangun Pesantren Darussalam di atas tanah wakaf itu. Dengan dibantu wakaf dari umat Islam dan wali santri, baik berupa material bangunan maupun uang, Pesantren Darussalam bisamemiliki berbagai bangunan dan fasilitas yang lengkap seperti sekarang.

"Jadi Pak Kiai (KH Masyhuri Baidlowi) yang cari uang, putar-putar, untuk biayai guru, tempat tinggalnya, operasional pesantren dan lain-lain," ujar Dewan PembinaYayasan Darussalam, DR Shechan Shahab, saat ditemui Republika di Pengadilan Negeri Indramayu, Senin (12/3).

Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal untuk jenjang SMP dan SMA itu kemudian berkembang pesat. Ratusan santri bisa belajar dengan tenang di lingkungan pesantren yang dipenuhi pepohonan rindang tersebut. Pesantren pun mampu melahirkan alumni yang kini tersebar di berbagai perguruan tinggi favorit.

Namun, ketenangan para santri dalam menuntut ilmu di Pesantren Darussalam kini terusik. Hal itu menyusul terjadinya kasus sengketa wakaf, yang membuat pesantren mereka terancam tergusur. Yang lebih ironi, penggusuran pesantren diduga kuat untuk kepentingan komersial berupa pembangunan pelabuhan batu bara.

Kasusitu bermula saat MR meminjam uang ke Bank Muamalat sebesar Rp 1,5 miliar, dengan menjadikan sertifikat tanah yang sudah diwakafkannya untuk Pesantren Darussalam sebagai agunan. Namun, pihak pesantren tidak tahu menahu soal pinjaman tersebut.

MR ternyata tidak bisa membayar utang itu sehingga ditalangi oleh seorang kerabatanya bernama JM senilai Rp 1,9 miliar. Setelah itu, sertifikat tanah tersebut langsung dibalik nama oleh JM atas namanya sendiri. 

Utang piutang pun berlangsung selama bertahun-tahun. JM meminta pengembalian utang itu menjadi Rp 4,5 miliar.

Selain dipinjami uang, MR juga menjual tanahnya seluas 2,5 hektare kepada JM, dengan nilai Rp 2,5 miliar. Tanah itu berada di sekitar lingkungan Pesantren Darussalam, namun tidak menjadi bagian dari tanah yang diwakafkan kepada pesantren.

Shechan mengaku pernah bertemu dengan JM. Kepadanya, JM menyatakan membeli tanah itu untuk membuat pelabuhan batu bara.

Saya katakan, kalau untuk membuat pelabuhan batu bara, saya tolak. Saya tidak bisa mengizinkan pelabuhan batu bara di dalam pesantren, tegas Shechan.

Masalah pun terus bergulir. JM tetap menuntut tanah yang sudah diwakafkan MR untuk Pesantren Darussalam. Pasalnya, tanah itu sebelumnya sudah dijadikan jaminan utang oleh MR.

JM lantas menggugat Yayasan Darussalam ke Pengadilan Negeri Indramayu. Dalam tuntutannya, JM ingin mengambil tanah itu berikut bangunan pesantren.

Saya khawatir pesantren itu dibongkar habis dan dijadikan komersial atau pelabuhanbatu bara, tutur Shechan.

Shechan menilai, gugatan yang dilayangkan JM kepada Yayasan Darussalam tidaklah tepat. Menurutnya, masalah itu murni terjadi antara JM dan MR, bukan dengan Yayasan maupun Pesantren Darussalam. Pasalnya, utang piutang itu terjadi antara MR dan JM.

Shechan menyatakan, akan terus berjuang semaksimal mungkin untuk mempertahankan keberadaan Pesantren Darussalam. Dia pun yakin masyarakat Indramayu tidak mau Pesantren Darussalam diubah menjadi pelabuhan batu bara. Apalagi, Pesantren Darussalam sudah menjadi ikon Indramayu.

Tidak mungkin kami berhenti karena ini adalah kepentingan umat. Wakaf itu tanggung jawab kami kepada pemberi wakaf dan kepada Allah SWT. Kami harus jaga itu,kata Shechan, dengan penuh ketegasan.

Sementaraitu, saksi ahli wakaf, KH Muhammad Sahli Mahmud, yang dihadirkan pada persidangan, mengatakan, wakaf artinya terhenti atau sudah milik AllahSWT. Apabila tanah atau barang yang sudah diwakafkan pada akhirnya dijadikan sengketa, maka sengketa itu sesungguhnya dengan Allah SWT.

Ketika si pemiik tanah sudah mengkirarkan dan menghibahkan wakaf kepada si penerima, maka secara hukum Islam sudah sah berpindah tangan, tandas pria yang juga pimpinan Ponpes Al Mukminien Lohbener, Kabupaten Indramayu itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement