REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati mengatakan, hukuman siswa agar menjilat water closet mencoreng dunia pendidikan di Indonesia karena hukuman tersebut tidak mendidik dan tak layak.
"Hukuman itu tidak sepadan dengan kesalahan siswa," kata Rita di Jakarta, Jumat (16/3) menanggapi dugaan kasus kekerasan guru kepada siswa di sekolah dasar kawasan Sei Rempah, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Menurut dia, sekolah sebagai tempat pendidikan tidak boleh memberlakukan hukuman yang tidak efektif dan etis. Jika anak tidak mengerjakan suatu tugas maka seharusnya diberi tugas pengganti bukan justru dihukum dengan sesuatu yang tidak setimpal.
Hukuman fisik, kata dia, seharusnya tidak dikedepankan di dunia pendidikan. Hukuman sebaiknya sifatnya mendidik bukan justru merampas hak anak untuk mendapatkan pendidikan.
Dengan kata lain, hukuman sifatnya bukan menghilangkan hak anak mendapat pelajaran di kelas diganti dengan hukuman lain seperti memisahkannya agar berada di WC. Sekolah sebagai tempat pendidikan, kata dia, sebaiknya selalu berupaya memenuhi hak anak mendapatkan pelajaran.
Seorang guru berinisial RM marah setelah mengetahui siswanya MBP tidak membawa tanah humus atau kompos untuk digunakan sebagai penyubur tanaman di sekolah.
Atas alasan itu, RM diduga menghukum MBP untuk menjilat WC sebanyak 12 kali sebagai pengganti tidak menunaikan perintah guru.