REPUBLIKA.CO.ID,MALE -- Kepolisian Maladewa melakukan penangkapan terhadap setidaknya 139 orang yang mendukung oposisi negara itu, Sabtu (18/3). Hal ini dilakukan di saat mereka berupaya menentang pemerintah yang memberlakukan status keadaan darurat.
Para pendukung oposisi dilaporkan telah bergerak di sepanjang jalan-jalan di Ibu Kota Male. Mereka seluruhnya menyerukan penangkapan dilakukan terhadap Presiden Maladewa Abdulla Yameen dan meminta agar perintah dari Mahkamah Agung negara itu, yakni membebaskan sembilan oposisi ditegakkan.
Yameen sebelumnya memberlakukan status keadaan darurat di Maladewa, yang diperpanjang hingga 22 Maret. Pengumuman atas hal ini dilakukan setelah Mahkamah Agung Maladewa memberikan putusan itu.
Reuters menulis, Juru bicara kepolisian Maladewa, Ahmed Shifan mengatakan sebanyak 141 orang tealah ditangkap dalam demonstrasi oposisi tersebut. Namun, tak lama kemudian ada dua orang yang dibebaskan.
Saksi mata mengatakan polisi dalam operasi khusus, lengkap dengan menggunakan topeng menangkap beberapa demonstran. Sementara, polisi anti huru hara mengenakan perisai dan menggunakan semprotan merica, serta gas air mata untuk memecah demonstrasi tersebut.
Polisi Maladewa menuding seorang demonstran telah melukai tangan petugas. Dalam sebuah cicitan di media sosial Twitter, pihak berwenang itu menjelaskan bahwa personel yang cedera mengalami patah tulang.
Maladewa telah mengalami kerusahan politik sejak mantan presiden Mohamed Nasheed yang dikenal sebagai pemimpin terpilih secara demokratis pertama di negara itu dipaksa untuk mundur pada 2012. Yameen kemudian menjadi orang nomor satu di negara yang dikenal sebagai surga tropis Asia tersebut pada 2013.
Yameen terpilih dalam pemilihan yang diadakan dan mulai memimpin negara dengan sifat tangan besi atau otoriter yang dikenal melekat padanya. Nasheed saat itu diperintahkan untuk menjalani hukuman penjara atas tuduhan terorisme.
Namun, ia diizinkan untuk menjalani perawatan medis ke Inggris pada Januari 2016. Setelahnya, ia tinggal di pengasingan untuk menghindari hal tak diinginkan di negara asalnya Maladewa.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International mengatakan pihak berwenang Maladewa telah menggunakan status keadaan darurat negara sebagai lisensi atau izin represi. Segala kegiatan untuk berdemokrasi tidak akan diizinkan.