REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu, masalah pelarangan cadar di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia sempat menjadi perbincangan hangat di Indonesia.
Hal ini berbeda dengan kondisi di Australia, di mana masalah cadar atau niqab tidak dipermasalahkan, termasuk di perguruan tinggi. Hal ini disampaikan Muslim Australia yang tengah mengikuti Program Pertukaran Muslim (MEP) di Indonesia beberapa waktu lalu.
"Secara hukum, tidak ada larangan soal niqab, termasuk di kampus," ujar salah satu program tersebut, Anam Javed saat berbincang dengan Republika.co.id di Jakarta, Jumat (16/3).
Muslimah yang mengenakan hijab ini mengatakan, cadar tidak menjadi menjadi masalah di negaranya. Jika pun ada yang merasa terganggu dengan Muslimah yang mengenakan cadar, itu karena dipengaruhi pemberitaan soal ISIS.
"Kalau ada yang mengatakan kurang nyaman, biasanya mereka kalau ditanya, itu mereka mengatakan itu karena mereka pernah melihat di media, di berita, atau di film Hollywood tentang ISIS atau tentang teroris," ucap Sekretaris Islamic Council of Victoria ini.
Menurut Guru Eltham High School ini, dari pemberitaan ISIS tersebut akhirnya orang beranggapan cadar merupakan simbol anggota ISIS sehingga muncul kekhawatiran di bawah cadar ada bom atau peledak. Namun, dia mengatakan sebenarnya masyarakat Australia, khususnya non-Muslim mempunyai anggapan seperti itu lantaran kurang familiar dengan cadar. Apalagi, umat Islam yang tinggal di Australia sangat sedikit sekali yang memilih mengenakan cadar.
"Jadi citranya bukan karena langsung ketemu sama mereka, tapi karena media. Tapi secara hukum tidak ada larangan sebenarnya," kata dia.
Anam Javed merupakan salah satu peserta Program Pertukaran Muslim (MEP) dari Australia yang berkunjung ke Indonesia sejak 5-17 Maret 2018. Selama dua pekan itu, Ia dan keempat temannya yang Muslim telah berkunjung ke Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar untuk mempelajari keragaman dan toleransi di Indonesia.