Selasa 20 Mar 2018 03:41 WIB

Akselerasi Utang Pemerintah Dinilai Terlalu Cepat

Rasio utang dinilai masih aman.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Asian Development Bank Institute, Eric Sugandi menilai rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pemerintah masih dalam level yang aman. Namun, ia menilai akselerasi utang memang terlalu cepat.

Hal ini menurut dia karena pemerintah yang gencar mendorong proyek infrastruktur. Tercatat berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah hingga akhir Februari 2018 sebesar Rp 4.034,8 triliun atau setara dengan 29,24 persen terhadap PDB.

"Masih dalam level aman. Tapi harus diperhatikan agar akselerasi tidak cepat. Ini terlalu besar dalam beberapa tahun terakhir," ujar Eric Sugandi kepada Republika.co.id, Senin (19/3).

Eric menilai, pemerintah perlu memperhatikan bagaimana kemampuan dalam membayar. Apalagi meningkatnya utang ini juga akan berpengaruh ke volatilitas kurs rupiah.

Sementara itu Produk Domestik Bruto (PDB) lebih bergantung kepada konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat dan juga investasi. Ia menilai daya beli masyarakat bisa lebih meningkat dibandingkan tahun lalu, tapi pemulihan tidak akan cepat.

Sedangkan investasi akan tumbuh apabila ada demand dari rumah tangga. Kalau tidak ada demand, kata Eric, investor pun tidak akan agresif.

Sementara itu, Ekonom INDEF Eko Listiyanto menilai pemerintah terlalu agresif mendorong proyek infrastruktur, sehingga terkesan dikerjakan sendiri, yakni oleh BUMN.

Hasilnya adalah tidak kompetitif dari sisi pembiayaan dan yang lebih menjadi persoalan adalah multiplier effect sejauh ini kecil. Tenaga kerja dalam negeri yang terlibat terbatas, pihak swasta yang terlibat juga terbatas.

"Akhirnya dorongan ke daya beli stagnan, ke investasi tidak ada akselerasi," ujar Eko.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement