REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura, Pendeta Hosea Taudufu yakin bahwa pihaknya dan masyarakat Papua bisa menyelesaikan masalah pembangunan Masjid Agung Al Aqsha Sentani, Jayapura, Papua. Dia pun berharap, agar semua umat tidak mengeluarkan opini negatif.
Menurut Hosea, masalah pembangunan tempat ibadah tersebut merupakan masalah dalam keluarga Kabupaten Jaya Pura. Karena itu, dia mengimbau, kepada semua masyarakat beragama baik di Jayapura ataupun secara nasional tidak terpancing dengan opini negatif.
"Ini masalah dalam keluarga Kabupaten Jayapura. Karena itu, kami bisa menyelesaikannnya. Kami harap tidak ada opini-opini atau tanggapan-tanggapan yang negatif dari semua umat," ujar Hosea saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (21/3).
Hosea menuturkan, adanya pertentangan dalam pembangunan masjid tersebut merupakan ujian bagi masyarakat Papua untuk menjaga kerukunan umat beragama. "Ini ujian bagi kami. Karena itu kami anggap kami sendiri baru menyelesaikan. Jadi masalahnya hanya sumber pada pembangunan menara yang melebihi kuba. Jadi kita akan bicara kepada saudara-saudara kita yang uslim, jamaah Al-Aqsha itu mereka bisa diterima, mungkin sudah cukup batas menaranya," katanya.
"Kalau bisa, tiga menara itu juga mungkin dibicarakan bersama. Mungkin ukurannya bisa sama dengan kuba, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan hal-hal lain," imbuhnya.
Sementara itu, tim kerja yang dibentuk Pemerintah Daerah Papua untuk menyelesaikan masalah terkait menara Masjid Al Aqsha Sentani sudah mulai menggelar musyawarah di Jayapura, Papua, Rabu (21/3). Menurut Hosea, musyawarah tersebut akan dilakukan selama riga hari untuk menyatukan pemahaman.
"Paling tidak mingkin sekitar tiga hari, karena kita harus dengar semua pendapat baik yang kristen atau yang muslim terkait menara masjid yang menjadi persoalan," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, ujar dia, semua pihak ada duduk bersama antara pihak Persekutuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) dan umat Islam atau jamaah Al Aqsha Sentani. Menurut dia, musyawarah tersebut akan berpedoman pada peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadat.
"Jadi arah kita ini harus dimusyawarahkan sesuai dengan bunyi peraturan bersama menteri nomor 8 dan 9 tahun 2006," jelasnya.