REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penerapan dari peraturan daerah (perda) tentang kawasan tanpa rokok (KTR) di Kota Yogyakarta dinilai dapat memberikan manfaat, baik bagi masyarakat maupun bagi pemerintah.
“Salah satu manfaat bagi pemerintah adalah dari sisi efisiensi pengeluaran,” kata anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Dwi Budi Utomo, Rabu (21/3).
Pasalnya, lanjut dia, minimal dalam jangka waktu menengah, perda ini sekaligus akan menurunkan biaya kesehatan yang dikeluarkan pemerintah untuk pengobatan penyakit akibat merokok. Selama ini, ia menilai pengeluaran pemerintah untuk pengobatan penyakit akibat merokok terbilang cukup besar.
Bahkan, biaya yang harus ditanggung akibat rokok ternyata jauh lebih besar dibanding pendapatan negara dari produk tembakau. Menurutnya, berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), pada 2010, jumlah pengeluaran makro akibat rokok mencapai sekitar Rp 245 triliun.
Padahal, cukai rokok hanya berkontribusi terhadap negara sejumlah Rp 55 triliun. “Pengeluaran makro itu meliputi bantuan biaya perawatan medis dan kerugian atas hilangnya produktivitas masyarakat akibat cacat dan kematian usia muda,” kata dia.
Ia pun menekankan, pengeluaran akibat rokok itupun cukup membebani APBD Kota Yogyakarta selama ini.
Sebelumnya, Pemkot Yogya secara resmi memberlakukan Perda No 2 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada Selasa (20/3). Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, mengatakan para pelanggar akan dikenai sanksi berupa pidana kurungan selama maksimal 1 (satu) bulan dan dikenai denda paling banyak Rp 7,5 juta.