Sabtu 24 Mar 2018 15:36 WIB

Ini Konsekuensi untuk Setnov Jika Berikan Keterangan Palsu

Setnov menyebut Puan dan Pramono menerima aliran dana dugaan korupsi KTP-el

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ratna Puspita
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto  mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan ada konsekuensi hukum atau yuridis yang harus diterima Setya Novanto (Setnov) apabila memberikan keterangan palsu pada persidangan. Hal ini terkait dengan pernyataan Setnov yang menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima sebesar 500 ribu dolar AS dari aliran dana dugaan korupsi KTP-el. 

Fickar mengatakan apabila pernyataan Setnov tidak benar, mantan Ketua DPR RI tersebut bisa saja terkena pasal 22 Undang-undang Tipikor. "Seperti Miryam atau Muchtar Efendi pada kasus Akil," kata Fickar kepada Republika, Sabtu (24/3).

Pasal 22 UU Tipikor menyebutkan setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Karena itu, KPK harus memastikan kebenaran informasi tersebut. KPK harus mengejar terus pemberi informasi tersebut hingga Setnov bisa menyebutkan dua nama petinggi PDIP menerima bagian dari aliran dana proyek KTP-el.

"Jika info itu tidak benar, tidak ada alasan untuk memeriksa lebih lanjut pengembangan fakta itu," tambah dia.

Keterangan Novanto dalam persidangan tersebut termasuk tesmonium de auditu, yakni keterangan yang hanya dari mendengar saja  atau penyaksian menurut kata orang. Karena itu, KPK harus mengonfirmasi pernyataan Setnov terkait Puan dan Pramono kepada sumber informasi, yakni Made Oka Masagung dan Andi Narogong. 

"Jika sudah dikonfirmasi pada pihak yang menjadi sumber Setnov dan tidak dibenarkan, artinya pernyataan itu turun gradasinya menjadi info yang tidak bisa dipertanggungjawabkan atau info palsu," kata Fickar.

Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (22/3), Setnov mengatakan uang untuk Puan dan Pramono Setnov diberikan oleh Made Oka Masagung. "Oka menyampaikan, dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya 'Wah untuk siapa?'. Disebutlah, tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi (Narogong) untuk Puan Maharani 500 ribu dolar AS dan Pramono 500 ribu dolar AS," ujar Novanto. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement