REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga mengungkapkan alasan mengapa posisi calon wakil presiden (cawapres) menjadi sangat penting untuk dibahas. Menurutnya, siapa yang menjadi wapres di 2019 nanti, kemungkinan besar menjadi calon presiden (capres) di 2024 mendatang.
"Kemungkinan untuk menjadi capres 2024 paling besar itu adalah wapres di 2019. Dalam hal ini, partai-partai juga berkepentingan supaya //starting point semuanya sama," tutur Eriko di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (25/3).
Selain itu, Eriko juga menuturkan pandangannya terhadap munculnya poros ketiga dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019 mendatang. Menurutnya, ada tiga faktor yang membuat munculnya poros ketiga ini kecil untuk terealisasi.
Pertama, kata dia, karena pemilihan legislatif (pileg) dan pilpres dilakukan secara serentak. Banyaknya kertas suara yang akan dibawa para pemilih ke dalam bilik pencoblosan membuat mereka tak memiliki banyak pilihan.
"Bayangkan, itu nanti kertas suara ada lima, DPRD tingkat dua, tingkat satu, DPR RI, DPD, dan presiden," katanya.
Faktor kedua, adalah elektabilitas calon. Menurut Eriko, partai pasti memperhitungkan kansnya memenangkan pemilu dalam membentuk poros dan mengusung calonnya berdasarkan elektabilitas. Tidak ada satu partai yang ingin mengajukan calon lalu kalah.
"Kita tidak usah munafik. Kita tidak mungkin mencalonkan untuk kalah. Biayanya tidak sedikit. Pengorbanan dan untuk menyosialisasikan, kan perlu dihitung betul," jelas dia.
Faktor berikutnya, adalah tak ada satu partai pun yang bisa mencalonkan capres sendirian. Tidak ada partai yang mencapai ambang batas pengajuan calon presiden sebesar 20 persen.
"Bagaimana mau mencalonkan poros ketiga kalau tidak ada koalisi yang sepadan. Jadi, tiga faktor ini penting sekali. Ini bisa dilihat kapan? Tiga bulan ke depan ditentukan oleh dinamika proses intensifitas hubungan komunikasi dari partai-partai ini," terangnya.