REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Indonesia berharap perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina bisa diselesaikan melalui mekanisme aturan main Organisasi Perdagangan Internasional atau World Trade Organization (WTO). Demikian disampaikan Dirjen Kerja Sama Multilateral Kemenlu Febrian A Ruddyard.
"Sebaiknya soal perang dagang AS dan Cina dikembalikan ke mekanisme penyelesaian perselisihan dagang melalui WTO," kata Dirjen Febrian usai membuka Lokakarya Pengembangan Kapasitas Pejabat Pemerintah terkait isu WTO di Bandung, Senin (26/3).
Ia menjelaskan, semua negara akan terkena dampak perang dagang dua kekuatan ekonomi dunia itu. Ini karena perdagangan sudah saling mengaitkan kepentingan semua negara.
"WTO merupakan tempat paling sempurna perselisihan perdagangan karena sudah punya mekanisme yang melibatkan para ahli hukum sehingga objektifitas dan legalitasnya dinilai tinggi," katanya.
Baca juga, Perang Dagang AS Tekan Pasar Australia Hingga Turun Tajam.
Hal senada diungkap pemerhati perdagangan dunia dari UGM Doktor Poppy Sulistyaning Winanti bahwa perang dagang itu perlu dicermati Indonesia secara hati-hati, apalagi jika Cina kemudian melakukan tindakan balasan.
"Jika direspon hal yang sama oleh Cina dan Uni Eropa maka dampaknya sangat buruk bagi perdagangan dunia. Sampai saat ini Cina sampai saat ini masih belum merespon yang sama," kata Poppy yang juga dosen FISIP UGM.
Sementara Direktur Perdagangan Komoditi dan Kekayaan Intelektual (PKKI) Kemenlu Tri Purnajaya mengatakan, keanggotaan Indonesia dibuat secara sadar karena dunia perlu norma baru untuk memfasilitasi perdagangan dunia."WTO itu hanya sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan mendorong kestabilan dunia," kata Tri Purnajaya.
Ia berharap semua pembuat kebijakan di Indonesia tidak melanggar norma perdagangan WTO yang bisa digugat negara lain.