Sabtu 07 Apr 2018 07:21 WIB

Semangat Kades Rasim Membangun Desanya Melalui BUMDes

Usai kembangkan usaha agrowisata, ia berencana dirikan bank desa dan BUMDes lainnya.

Agrowisata Bulak Barokah, unit BUMDes di Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto.
Foto: Budi Raharjo
Agrowisata Bulak Barokah, unit BUMDes di Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto.

REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Membangun desa bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya seperti yang dilakukan Kepala Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto, Jawa Tengah, H Rasim, yang membangun desanya melalui pengembangan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).

Rasim membangun sejumlah BUMDes untuk menggerakkan perekonomian masyarakatnya. Sejak tiga tahun lalu ia merintis pendirian BUMDes dan kini sudah ada tiga unit BUMDes yang ia bangun, BUMDes agrowisata, air bersih, dan panti pijat. "Tanpa usaha, tidak mungkin desa bisa mendiri," ujar Rasim, Jumat (6/4).

Sebagai kepala desa, ia mengawali usahanya dengan membentuk BUMDes agrowisata yang diberi nama Bulak Barokah pada 2015. Dengan bermodalkan dana desa, ia membeli bibit duren lokal, Duren Bawor, yang memiliki sejumlah keunggulan. "Dari dana desa Rp 300 juta yang ada, saya pakai Rp 150 juta untuk beli bibit durian," ujar dia.

Meski tak mengenyam pendidikan tinggi, Rasim paham, untuk mengembangkan agrowisata tak cukup hanya dengan menanam pohon durian yang bersifat musiman. Di bawah pohon durian sebanyak sekitar 650 batang itu lantas dikembangkan pula industri peternakan, perikanan, penggilingan tebu, rumah tangga, hingga permainan anak.

Agrowisata seluas empat hektare ini dibuka untuk umum dan bisa menjadi sarana belajar bagi anak-anak sekolah. "Pohon duriannya ada yang sudah mulai berbuah," ujar Rasim bercerita dengan penuh semangat. Durian Bawor rasanya manis dengan biji yang kecil. Harganya sekitar Rp 50 ribu per kilogram pada saat musim panen, dan Rp 80 ribu di luar musim panen.

Semangat wirausaha sang kepala desa tak berhenti sampai di situ. Tiga unit BUMDes yang ada sekarang dirasakan masih kurang. Ke depan, ia berencana membangun sejumlah BUMDes lainnya. Ia berniat membentuk CV yang akan menggarap proyek-proyek pembangunan di desanya dan membuka toko sembako.

Dengan dana desa yang diberikan pemerintah, Rasim juga berencana mendirikan bank desa (lembaga keuangan mikro) agar petani tidak lagi terjerat rentenir dan tengkulak. Dan sejak Januari lalu, ia juga mulai menggalakkan penanaman pohon kelapa genjah yang akan dikembangkan sebagai bahan baku gula kelapa untuk komiditas ekspor.

Setiap unit BUMDes yang ia bangun selalu melibatkan masyarakatnya. Seperti pada pengembangan Kelapa Genjah, ia berencana memadukannya dengan peternakan sapi perah. Setiap petani gula akan diberi bantuan satu sapi perah.

Sambil bertani Kelapa Genjah, di bawah pohonnya, petani beternak sapi perah.  "Dengan kekuatan BUMDes, kita bisa mengubah masyarakat yang miskin menjadi tidak miskin lagi," ujar dia.

photo
Kepala Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto, Jawa Tengah, H Rasim (tengah)

BUMDes dan BWM Gerakkan ekonomi desa

Direktur Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Eko Ariantoro mengatakan BUMDes saat ini memang sedang digalakkan pendiriannya. Selain sebagai alat inklusi keuangan, kehadiran BUMDes ini juga diharapkan bisa memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat di perdesaan.

BUMDes dan Bank Wakaf Mikro yang sedang digalakkan OJK memiliki irisan tujuan untuk ikut menggerakkan perekonomian masyarakat terutama di perdesaan. Padahal potensi yang ada di desa sangat besar. "OJK memfasilitasi BUMDes dengan model yang  inklusif," ujar Eko.

Eko merujuk data bahwa tingkat kemiskinan di desa masih cukup tinggi sekitar 13,93 persen dengan tingkat literasi 23,9 persen dan indeks inklusi 63,2 persen. Sedangkan di kota, tingkat kemiskinan hanya 7,72 persen dengan indeks literasi 33,2 persen dan indeks inklusi 71,2 persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2014, Eko menyebutkan, saat ini terdapat sebanyak 74.958 desa di seluruh Indonesia. Sebarannya, sebanyak 61.821 desa memiliki potensi pertanian, 20.034 desa dengan potensi perkebunan, 12.827 desa dengan potensi perikanan, 1.902 desa dengan potensi wisata, dan 64.587 desa dengan potensi energi baru terbarukan.

Untuk mengembangkan program itu, OJK akan bersinergi dengan kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat. Yang paling penting, ujar Eko, kerja sama dengan masyarakat desa itu sendiri seperti yang terlihat di Desa Langgongsari ini. Modal untuk pengembangan BUMDes ini 100 persen bersumber dari pemerintah desa sendiri.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement