REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Binti Sholikah, Muhammad Iqbal
Setiap tahun, Republika menggelar penganugerahan Tokoh Perubahan. Mereka yang terpilih adalah sosok-sosok yang memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan melakukan perubahan di tengah masyarakat. Berikut adalah profil mereka (bagian 5).
Menjadi bankir bukanlah cita-cita masa kecil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Suprajarto. Sejak kecil ia berkeinginan menjadi birokrat, sesuai dengan figur sang ayah.
Sang ayah menjabat sebagai kepala Biro Pemerintahan Desa di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Suprajarto menjadikan figur ayahnya sebagai panutan sehingga ia pun bercita-cita menjadi pegawai di lingkungan Pemprov DIY.
Sebelum menamatkan pendidikan jenjang sarjana di Jurusan Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Suprajarto bahkan sudah diterima bekerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman. Karena Bappeda baru terbentuk, para pegawainya lebih banyak mengikuti pelatihan daripada bekerja.
Setelah lulus, Suprajarto mencoba melamar di instansi milik pemerintah di pusat. Dia diterima di beberapa instansi, seperti BRI, Bulog, dan Pertamina. Setelah menimbang, Suprajarto memutuskan masuk ke BRI karena bank tertua itu yang pertama kali memanggil untuk penandatangan perjanjian kerja.
Suprajarto meminta restu orang tuanya untuk bekerja di perantauan. Dia meminta izin kepada ayahnya untuk berhenti dari Bappeda Sleman.
"Saya resign Desember 1983. April itu saya harusnya jadi camat di salah satu kecamatan di Yogyakarta, makanya Bapak marah. Tapi, ya, sudahlah. Saya pikir kalau di Yogyakarta terus tidak akan maju," kata Suprajarto, Jumat (6/4).
Meski begitu, Suprajarto sempat gundah saat awal-awal bekerja di BRI karena ditempatkan di hutan belantara Kalimantan. Baru beberapa pekan, suami dari Jenny Rachman tersebut sudah ingin pulang ke Yogyakarta.
Uniknya, waktu mengajukan resign, Suprajarto ditawari bisa kembali bekerja di Bappeda Sleman sekiranya tidak betah bekerja di kantor yang baru. Tawaran tersebut terus terbayang saat penempatan di hutan belantara Kalimantan.
Dua bulan pertama di Kalimantan, dia merasa tidak betah. Namun, Suprajarto akhirnya bisa beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Dia juga sempat gelisah karena saat itu belum dikeluarkan secara resmi dari Bappeda Sleman.
"Mungkin Tuhan berkehendak lain. Jadi, ya, ujungnya sampai sekarang di BRI," tutur pria kelahiran Yogyakarta, tahun 1956, tersebut.