REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akan mengadakan pertemuan pada Senin (9/4) waktu setempat. Rapat dilakukan guna membahas serangan kimia yang terjadi di Suriah. Pertemuan diadakan atas permintaan Rusia dan Amerika Serikat (AS).
Rusia meminta pertemuan diadakan diantara 15 negara anggota DK PBB guna membahas ancaman terhadap perdamaian dan keaman internasional. Meski demikian, pembahasan lebih rinci dari topik tersebut masih belum dikethui secara pasti.
Tak lama berselang, AS, Prancis, Inggris, Swedia, Polandia, Belanda, Kuwai, Peru dan Pantai Gading meminta pertemuan serupa. Namun, pertemuan yang digagas sisa anggota DK PBB lainnya itu ditujukan untuk membahas serangan kimia yang terjadi di Suriah.
"DK akan berkumpul dan meminta semua anggota untuk segera memberikan respon dan memberikan dukungan kepada tim penyelidik independen," kata Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley.
Tim investigasi ditugasi untuk menyelidiki peristiwa penembakan gas beracun. Mereka juga dibebankan tugas untuk menemukan pelaku yang menembakan gas mematikan tersebut.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya menegaskan 'pembayaran mahal' atas peristiwa penembakan senjata kimia tersebut. Hingga saat ini belum diketahui pihak yang bertanggung jawab atas penembakan gas beracun tersebut.
Serangan gas beracun terjadi di Douma, Ghouta Timur di Suriah pada Sabtu (7/4) malam waktu setempat. Sedikitnya 49 orang dilaporkan tewas dalam serangan tersebut. Douma merupakan wilayah yang masih dikuasai kelompok oposisi Suriah.
Pemerintah Suriah disebut bertanggung jawab atas serangan terbaru di Douma. Kendati, mereka menolak dipersalahkan atas peristiwa tersebut. Presiden Suriah Bashar al-Assad membantah telah meluncurkan serangan tersebut. Assad dan Rusia menyebut laporan yang ada merupakan informasi palsu.