REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya, Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS: al-Israa: 1).
Sebuah peristiwa mahadahsyat terjadi pada 27 Rajab, setahun sebelum umat Islam hijrah dari Makkah ke Madinah. Peristiwa yang amat luar biasa dan melampaui batas-batas alam materi yang dialami Rasulullah SAW itu dikenal sebagai Isra Mi'raj.
Perjalanan bersejarah itu dimulai dari dekat Ka'bah. Dengan menggunakan burak, Nabi SAW didampingi Malaikat Jibril berangkat menuju Baitulmakdis. Setelah sampai, burak itu kemudian ditambatkan. Rasulullah SAW memasuki Masjid al-Aqsa dan menunaikan shalat dua rakaat yang diikuti nabi-nabi terdahulu.
Setelah itu, Rasulullah dan Jibril melesat menuju Sidratulmuntaha. Rasulullah SAW meninggalkan Jibril dan berangkat menuju Mustawa untuk bertemu dengan Sang Khalik, penguasa alam semesta. Di tempat Mahamulia itulah, Nabi Muhammad menerima perintah untuk menunaikan ibadah shalat.
Ketika Kekhalifahan Turki Usmani menguasai Yerusalem-kota suci ketiga umat Islam-seorang gubernur yang berkuasa di wilayah itu bernama Muhammad Bey mendirikan sebuah monumen pada 1538 M. Monumen itu berbentuk kubah yang terletak sembilan meter di sebelah barat Masjid Kubah Batu.
Monumen itu dikenal dengan nama Kubah Nabi. Selain itu, kubah itu juga dikenal dengan sebutan Maqam al-Nabi, Qubbat Jibril, Qubbat al-Mihrab, dan Mihrab al-Nabi. Di sekitar atau halaman Masjid Kubah Batu terdapat tiga buah monumen bersejarah yang dibangun berupa kubah kecil, yakni Kubah Nabi, Kubah Yusuf, dan Kubah Yusuf Agha.
Menurut laman Archnet, Kubah Nabi dibangun ketika Kekhalifahan Turki Usmani yang dipimpin oleh Sultan Sulaiman I, berkuasa dari 1520-1566 M. Kubah berdimater itu sempat diperbaiki atau direnovasi atas perintah Gubernur Farruk Bey pada 1620. Pemugaran monumen itu selesai pada era kepemimpinan Sultan Sulaiman II, berkuasa pada 1687-1691 M.
Kubah Nabi yang ada saat ini merupakan bentuk baru setelah dipugar. Penambahan lebih lanjut dilakukan terhadap kubah tersebut pada 1845. Para penguasa Turki Usmani meyakini, tanah di bawah itu menjadi tempat Nabi Muhammad SAW menginjakkan kakinya sebelum melaksanakan Mi'raj.
Beberapa penulis Muslim, terutama al-Suyuti, meyakini, di sanalah Rasulullah memimpin doa di depan para nabi dan malaikat pada malam bersejarah itu. Dari atas tempat itulah, Nabi SAW melesat bersama Malaikat Jibril menuju Sidratulmuntaha dan akhirnya menerima perintah shalat lima waktu.
Berdasarkan dokumen, secara khusus, Pemerintah Turki Usmani memelihara Kubah Nabi itu. Salah satunya dengan cara menyuplai pasokan minyak untuk menerangi Kubah Nabi pada malam hari. Dan tentu saja, pada masa keemasan Turki Usmani itu, seluruh biaya perawatan Masjidil Aqsa dan Masjid Kubah Batu ditanggung khalifah.