REPUBLIKA.CO.ID, Nasib sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, membuat Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat mengantongi sejumlah tantangan besar. Setelah memilih jalan sebagai kabupaten tersendiri di tahun 1999 silam, perlahan tantangan-tantangan itu dijawab. Pembangunan yang dulu lambat, kini mulai menyasar daerah-daerah terpencil sekalipun. Tapi memang membangun daerah tertinggal bukan perkara gampang. Hingga 2018, Kabupaten Kepulauan Mentawai masih menyandang penamaan 'tertinggal' bersama dua kabupaten lain di Sumatra Barat, Solok Selatan dan Pasaman Barat.
Wakil Bupati Kepulauan Mentawai, Kortanius Sabaeleake, menyebutkan bahwa saat ini masih ada 15 persen masyarakat Mentawai yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tak hanya itu, 5 persen penduduk Mentawai juga masih menjalankan gaya hidup sangat sederhana atau primitif, termasuk melanggengkan tradisi nenek moyang dengan hidup di pedalaman hutan. Catatan lain, rasio prasarana kesehatan per 1.000 jiwa hanya 0,53 persen. Artinya, dalam 1.000 populasi penduduk, belum terpenuhi adanya 1 unit fasilitas kesehatan. Di bidang kesehatan, rasio jumlah dokter per 1.000 penduduk hanya 0,22 persen.
Tingkat keparahan ketertinggalan sebuah daerah juga bisa dilihat dari jarak rata-rata akses masyarakat kepada fasilitas pendidikan dasar. Di Mentawai, anak-anaknya harus menempuh 24,95 kilo meter (km) dari rumah menuju sekolah-sekolah. Mentawai memang masih cukup payah dalam hal akses transportasi. Di sana, masyarakat masih mengandalkan jalur sungai sebagai salah satu akses termudah menuju desa-desa tetangga dan ibu kota kecamatan.