REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Setya Novanto (Setnov), Maqdir Ismail, menuturkan, putusan majelis hakim terhadap kliennya sebagian besar merupakan pengulangan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, menurut dia, cukup beralasan jika kliennya akan mengajukan banding atas putusan hakim.
Maqdir mengatakan, hal yang tidak tepat dalam pertimbangan majelis hakim adalah soal penghitungan kerugian negara. Dia mengatakan, pertimbangan majelis tidak menjelaskan cara menghitung kerugian negara dalam proyek pengadaan KTP-el.
"Tidak ada perbandingan apa pun yang mereka lakukan daripada keterangan ahli," kata dia setelah sidang pembacaan putusan terkait kasus KTP-el dengan terdakwa Novanto, di PN Tipikor Jakarta, Selasa (24/4).
Baca Juga: Pertimbangan Hakim Putuskan Unsur Korupsi Setnov Terpenuhi
Dia mencontohkan ketika ada kontrak antara PNRI dan Trisakti, nilai kontrak Rp 12 ribu per KTP dibandingkan kontrak antara pemerintah dan Kemendagri dan PNRI sejumlah Rp 16 ribu per KTP. "Kalau dibanding hasil penghitungan BPKP bahwa nilai dari KTP-el per keping Rp 5.000. Jadi, ini sama sekali tidak fair membandingkan," kata dia.
Selain itu, lanjut Maqdir, kliennya dihukum atas perbuatan orang lain, yakni pekerjaan yang tidak diselesaikan Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan PT Sucofindo karena tidak sesuai spesifikasi. "Kan tidak bisa dan tidak mungkin Pak Novanto dalam persoalan dan Pak Novanto dihukum atas persoalan itu," tuturnya.
Dia mengatakan, hal ini seharusnya dicermati oleh hakim. Khususnya cara menjatuhkan dan memberikan hukuman seseorang atas perbuataan orang lain.
"Ini akan menjadi preseden buruk ke depan. Kami akan banding. Kami akan sampaikan setelah diskusi dan bicara dengan keluarga," kata dia menambahkan.
Baca Juga: Jaksa KPK Apresiasi Vonis Hakim untuk Setnov