Kamis 26 Apr 2018 19:42 WIB

Komisi HAM PBB Kunjungi Ethiopia

Ethiopia dilanda aksi demonstrasi selama tiga tahun terakhir

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Peta Ethiopia.
Foto: Lonelyplanet.com/ca
Peta Ethiopia.

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (HAM PBB) mengaku dizinkan memasuki suatu wilayah di Ethiopia. Wilayah itu telah dilanda aksi demonstrasi selama tiga tahun terakhir.

Kunjungan oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad al-Hussein dilakukan tiga pekan setelah negara Tanduk Afrika itu memilih perdana menteri baru Abiy Ahmed. Zeid mengunjungi wilayah Oromiya. Di wilayah itu ratusan orang telah tewas dalam kekerasan sejak 2015. Aksi kekerasan ini dipicu oleh demonstrasi atas hak-hak tanah yang berujung pada kebebasan politik.

Menurut PBB, pasukan keamanan banyak yang menembaki para pengunjuk rasa. Zeid mengatakan dia bertemu Abiy serta para tetua tradisional di Oromiya. Dia juga bertemu politisi oposisi dan aktivis masyarakat sipil selama kunjungannya tersebut.

"Ketika saya membandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, maka tidak akan mungkin komisaris tinggi hak asasi manusia melakukan kunjungan ke Ethiopia. Saya telah diberikan akses dengan cara yang tidak saya duga," katanya.

Menurut Zeid, Kantor Hak Asasi Manusia PBB juga menandatangani perjanjian untuk meningkatkan kerja sama dengan pemerintah. Selama kunjungan terakhirnya ke Ethiopia setahun yang lalu, Zeid mendesak pemerintah untuk memperluas ruang dan hak sipil, dan meminta izin untuk menyelidiki kekerasan di Oromiya.

Pemerintah menolak permintaannya. Sejak menggantikan Hailemariam Desalegn - yang mengundurkan diri pada Februari - Abiy telah bersumpah untuk melakukan perubahan, termasuk memberi hak yang lebih demokratis.

Negara berpenduduk 100 juta orang itu berbatasan dengan negara-negara bergejolak termasuk Somalia dan Sudan. Pemerintah telah lama dituduh oleh kelompok-kelompok hak asasi menggunakan masalah keamanan untuk membatasi perbedaan pendapat dan media.

Parlemen yang berjumlah 547 kursi tidak memiliki satu pun anggota oposisi. Partai oposisi menuduh EPRDF mencurangi pemilu 2015.

Abiy telah menghabiskan pekan pertama jabatannnya dengan mengunjungi Oromiya dan Amhara. Amhara merupakan wilayah lain yang juga terjadi aksi kekerasan. Zeid juga telah meminta akses ke Amhara.

Abiy belum mencabut keadaan darurat yang diumumkan oleh koalisi yang berkuasa sehari setelah Hailemariam mengundurkan diri pada Februari. Para analis mengatakan ini menunjukkan tantangan yang dihadapi Abiy dalam reformasi yang menjanjikan secara publik. Langkah ini juga untuk membujuk EPRDF agar melonggarkan pengaruhnya.

Zeid menolak berkomentar apakah keadaan darurat harus dicabut. Namun dia mengatakan rekomendasinya kepada pemerintah bahwa keadaan darurat harus diakhiri.

"Saya pikir orang percaya ada alasan untuk optimis," katanya.

Abiy yang berusia 41 tahun dipilih oleh People's Revolutionary Democratic Frontq1 (EPRDF) yang berkuasa. Ini dipandang sebagai upaya koalisi, yang berkuasa sejak 1991, untuk meredakan ketegangan etnis dan menarik legiun pemuda , terutama di daerah-daerah seperti Oromiya, darimana Abiy berasal.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement