Sabtu 05 May 2018 20:17 WIB

Kemenkominfo Sebut Ada 5 Etika di Dunia Siber

Lima nilai tersebut, yakni tanggung jawab, empati, otentik, kearifan, dan integritas.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafinfo), Intetnews bekerja sama dengan Google News Initiative meluncurkan platforma CekFakta.com dalam kegiatan Trusted Media Summit 2018 di Jakarta, Sabtu (5/5).
Foto: republika
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafinfo), Intetnews bekerja sama dengan Google News Initiative meluncurkan platforma CekFakta.com dalam kegiatan Trusted Media Summit 2018 di Jakarta, Sabtu (5/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengingatkan ada lima etika di dunia siber. Lima nilai tersebut, yakni tanggung jawab, empati, otentik, kearifan, dan integritas.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti mengarakan lima nilai itu berdasarkan kesepakatan ASEAN SOMRI pada 22-23 Maret 2017. “Disepakati lima nilai dalam penyebaran informasi,” kata dia dalam kegiatan Trusted Media Summit 2018 di Jakarta, Sabtu (5/5).

Dengan adanya lima nilai tersebut, ia mengajak masyarakat kritis terhadap informasi sebelum menyebarkannya. Niken menyebut, saat ini banyak masyarakat mudah menyebarkan informasi tanpa memverifikasinya.

Menurut dia, masyarakat mudah menyebarkan informasi tanpa verifikasi karena tidak lepas dari pola komunikasi 10 to 90. Pola komunikasi 10 to 90 artinya, hanya 10 persen yang memproduksi informasi, sementara 90 persen lainnya menyebarkan informasi tersebut.

“Lihat judul langsung kirim,” ujar dia.

Niken menyebut, hal itu tidak lepas dari rendahnya budaya literasi masyarakat Indonesia. Kendati demikian, ia menegaskan, hal itu tak bisa terus dibiarkan karena berpotensi mengancam kehidupan sosial dan persatuan Indonesia.

“Kalau yang 10 persen itu berita bohong, manipulasi data, intoleransi, perundungan, terorisme, dan radikalisme. Apa yang terjadi dari 90 persen masyarakat yang belum terliterasi sepenuhnya,” tutur dia.

Niken menegaskan upaya memerangi hoaks bukan tanggung jawab pemerintah saja. Dengan demikian, ia mengapresiasi upaya media dan komunitas melawan penyebaran hoaks di Indonesia.

Trusted Media Summit 2018 merupakan kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Internews dan Google News Initiative. Acara digelar di Gran Melia Hotel, Jakarta, pada 5-6 Mei 2018, ini melibatkan komunitas antihoaks dan jurnalis untuk mengikuti diskusi dan pelatihan jurnalistik sebagai komitmen menghadirkan informasi yang tepat dan terpercaya kepada masyarakat. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement