REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Dalam kehidupan berdemokrasi itu harus ada fireness, yakni sikap untuk obyektif, terbuka, sekaligus juga satria menerima hasil pemilu yang sah dalam proses yang demokrasi sampai satu periode.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan banyaknya perang tagar #2019 gantiPresiden, usai melepas siswi Madrasah Mu’alimaat Muhammadiyah Yogyakarta, di Sportorium UMY, Ahad (6/5).
"Maka, lanjutnya, proses demokrasi ini tidak ada istilah pergantian. Kalau tahun 2019merupakan babak baru dari proses demokrasi.Jadi silahkan warga bangsa mau memilih calon presiden siapapun, darimanapun itu hak warga bangsa dan warganegara," kata Haedar.
Oleh karena itu gerakan gerakan politik harus tetap dalamkoridor demokrasi yang fair, konstitusi dan mengikuti sistem yang berlaku. “Jadi silahkan saja untuk bertanding di 2019. Mau incumbent, mau presiden baru itu yang menentukan kan bukan gerakan-gerakan ini. Tetapi yang menentukan hak pilih warga masyarakat yang diberi kebebasan sepenuhnya oleh konstitusi untuk memilih siapapun atas dasar plihan sendiri. Jadi itu cara berpikirnya,’’ katanya.
Lebih lanjut Haedar mengungkapkan, gerakan-gerakan politik itu tentu wajar dalam setiap demokrasi, tetapi semua ada proporsinya. Partai politik tentu yang paling berhak untukmenjadi kekuatan bertanding,berkontestasi.
“Kalau ormas-ormas seperti Muhammadiyah, Muhammadiyah tidak ikut-ikutan dalam gerakan apapun yang bersifat politik praktis. Muhammadiyah sudah punya koridor,kepribadian dan khitahnya. Sehingga siapapun orang ataukelompok dalam Muhamamdiyah akan tahu dimana posisi mereka dan di mana posisi Muhammadiyah,” tuturnya.
Jadi, kata Haedar menegaskan, Muhammadiyah tidak ada dalam gerakan politik apapun yang bersifat politik praktis baik saat ini maupun di tahun2019.