REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berkomitmen menekan emisi gas rumah kaca (GRK). Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan meminta semua pihak mematuhi pedoman yang dikeluarkan Ditjen Gatrik untuk bisa menekan emisi gas rumah kaca.
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Munir Ahmad menjelaskan, pemerintah berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan luar negeri pada tahun 2030.
"Sektor pembangkitan listrik dan industri memiliki jumlah emisi GRK yang besar dan signifikan dalam bauran emisi GRK secara nasional," kata Munir, Selasa (15/5).
Untuk upaya menekan gas emisi rumah kaca, maka perlu adanya dukungan dari perusahaan dan juga IPP untuk bisa memakai sumber energi yang bersih. "Jadi, selain kebutuhan listrik tetap terpenuhi, namun lingkungan tetap bisa dijaga," ujar Munir.
Presiden Direktur Cirebon Power Heru Dewanto mengatakan, pihaknya telah mempelopori energi bersih. Cirebon Power mengoperasikan PLTU Cirebon 660 MW dengan menggunakan teknologi super critical. Selain itu, Cirebon Power juga tengah membangun PLTU Cirebon Unit II yang merupakan pembangkit ekspansi dengan menggunakan teknologi ultra super critical.
"Hal tersebut merupakan upaya kita dalam membantu pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga lingkungan" katanya.
Selain itu, Heru juga menuturkan bahwa konsorsium juga telah memiliki program penghematan konsumsi energi dalam operasional dan pemeliharaan (O&M) pembangkit listrik, sesuai dengan pedoman yang ditentukan Kementerian ESDM.
"Kita selalu melaporkan inventarisasi gas rumah kaca secara berkala dan rutin. Kalau pemerintah menetapkan ambang batasnya 700, emisi SO2 dan NOX kita itu di bawah 200. Artinya pembangkit kita ramah lingkungan," ungkapnya.