REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) baru saja merilis daftar rekomendasi 200 mubaligh yang bisa menjadi rujukan pada bulan Ramadhan tahun ini. Namun, daftar itu kemudian menyulut kontroversi.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj menyatakan, seharusnya Kemenag bukan merilis daftar mubaligh atau ulama rekomendasi. Akan tetapi, akan lebih baik jika yang dirilis adalah nama-nama yang tidak direkomendasikan karena berpotensi menyebarkan ajaran Islam yang melenceng.
"Saya tidak sependapat dengan rilis ulama rekomendasi Kemenag. Sebaiknya yang dirilis itu nama-nama yang dilarang, yang tidak baik. Awas jangan panggil ini, misalnya," ungkap Said ketika ditemui pada Ahad (20/5).
Dalam pandangan Said, mayoritas ulama di Indonesia adalah ulama yang baik. Sehingga, hanya sekelompok kecil ulama yang dinilai tidak layak.
"Selebihnya adalah penceramah baik, mencapai ribuan. Di gedung PBNU ini saja jumlah ulama baik banyak. Contohnya ada Kiai Dulmanan, Mujib Qolju, Syamsul Maarif, Asrorun Ni'am," katanya, Ahad (20/5).
Menyebarkan nama-nama ulama rekomendasi dalam pandangan Said justru bisa menimbulkan kegaduhan baru. Oleh karena itu, ia menilai, rekomendasi Kemenag itu mungkin tujuannya baik, tetapi cara penyampaiannya kurang tepat.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Sekretaris Jenderal Kemenag, Mastuki, sebelumnya mengatakan, tidak ada maksud untuk memperkeruh atau membuat gaduh umat Islam. Karena itu, Kemenag berharap daftar tersebut disikapi dengan baik dan dipahami oleh masyarakat.
“Ini murni berdasarkan kebutuhan dan akan terus dievaluasi. Daftarnya dinamis, bisa bertambah atau berkurang,” kata dia kepada Republika, Sabtu (19/5).
Mastuki juga menjelaskan nama-nama yang ada di dalamnya berdasarkan rekomendasi dari berbagai pihak. Mulai dari ulama, organisasi masyarakat, pengurus masjid, dan masyarakat secara umum.
“Kami coba buat daftarnya, lalu ketemu 200 ini," kata Mastuki.