REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Status Gunung Merapi belum turun dari level waspada. Letusan freatik pun masih kerap terjadi. Karena itu, masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi diharap tetap waspada dan memakai masker sebab hujan abu yang kerap terjadi setelah letusan-letusan freatik.
"Masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan diharap menggunakan masker," kata Kepala Seksi Gunung Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso, Rabu (23/5).
Ia turut meminta masyarakat tetap meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi situasi-situasi bahaya, terutama yang ada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III. Dari sisi letusan, Agus menilai jeda terjadinya freatik makin panjang.
Sebab, letusan freatik yang terjadi pada Senin (21/5) dan Selasa (22/5) saja berjarak sekitarn delapan jam. Sementara itu, jeda dengan terjadinya letusan freatik pada Rabu (23/5) pukul 03.31 sudah lebih dari 26 jam.
"Jadi, kalau dari sisi letusan freatiknya jedanya seperti itu, tapi dari sisi kegempaan relatif tinggi," ujar Agus.
Terkait getaran yang dirasakan, ia menjelaskan bahwa gempa muncul karena ada batuan-batuan yang pecah. Gempa vulkanik atau tektonik yang terjadi memang harus diwaspadai sebab bisa menimbulkan tekanan yang besar.
Walaupun getarannya cukup tinggi, BPPTKG belum bisa menyimpulkan apakah aktivitas vulkanik Gunung Merapi saat ini naik atau tidak. Artinya, masih perlu pengamatan lebih lanjut terhadap aktivitas Gunung Merapi itu sendiri.
"Jadi, belum bisa disimpulkan. Tapi, untuk visual kawah relatif tidak berubah beberapa hari terakhir, yang harus diwaspadai memang letusan freatik yang terjadi sangat intensif ini," kata Agus.