Rabu 23 May 2018 11:53 WIB

Kalteng Optimalkan Lahan Kering

Teknologi Largo Super diyakini dapat meningkatkan produksi padi dua kali lipat.

Red: EH Ismail
Sawah di lahan kering Kalimantan Tengah.
Foto: Humas Balitbangtan.
Sawah di lahan kering Kalimantan Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, Kalimantan Tengah memliki luas 15,4 juta hektare dengan 7,7 juta hektare di antaranya merupakan lahan kering. Lahan kering tersebut berpotensi dikembangkan guna meningkatkan produksi pertanian. Komoditas yang bisa diusahakan petani di lahan kering adalah padi, jagung, ubi  kayu , dan  ubi  jalar.

“Selain itu,  bisa juga untuk usaha ternak sapi,  kambing,  ayam kampung, ayam   potong, dan bebek,” kata Sekretaris Deareh Barito Utara Zainal Abidin saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Luas Tambah Tanam (LTT) Upaya Khusus (Upsus) Padi, Jagung, dan Kedelai di Kabupaten Barito Utara, Rabu (22/5).

Rakor dalam rangka upaya meningkatkan LTT padi ini juga dihadiri oleh para PPL, mantra tani, petugas pelaporan data, Babinsa Dandim 103 Barito Utara, Dinas Pertanian Barito Utara, dan BPTP Kalteng.

Menurut Zainal, selain lahan sawah, wilayah lahan kering di Barito Utara dapat juga dioptimalkan untuk menambah LTT padi dan jagung pada periode Musim Tanam (MT) April September 2018 ini.

Dalam Rakor Upsus tersebut oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Takdir Mulyadi selaku penangung jawab Upsus untuk wilayah Barito  dan Provinsi Kalimanan Tengah mengatakan, saat ini pemerintah terus mendorong agar LTT di Kalimantan Tengah dapat ditingkatkan. Sebab, kata dia, masih ditemukan selisih capaian realisasi sebanyak sekitar 20 ribu hektare yang perlu dikejar untuk menutupi target di bulan ini.

“Hal itu dapat kita optimalkan dengan mendorong pertanaman padi di lahan kering yang belum banyak dimanfaatkan selain lahan sawah yang sudah eksis,” kata dia.

Takdir melanjutkan, teknologi untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan sawah dan lahan kering sudah tersedia. Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian melalui BPTP Kalteng pun siap mendukung untuk upaya tersebut. “Sehingga percepatan pemanfaatan lahan kering harus mendapatkan dorongan dari berbagai pihak,” katanya.

Kepala Seksi Kerja Sama dan Pelayanan Pengkajian BPTP Kalteng Dedy Irwandi menyampaikan, saat ini Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan banyak teknologi budidaya padi di lahan kering dan rawa. Balitbangtan memiliki berbagai padi varietas unggul, seperti Inpara 1-8 untuk lahan rawa, varietas Inpago untuk lahan kering, padi amfibi yang tahan di musim hujan dan kemarau, serta varietas lainnya.

Untuk pengelolaan pertanian di lahan kering, dia melanjutkan, ada teknologi Largo Super (Larikan Padi gogo) dengan penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) lahan kering yang dikombinasikan dengan pemupukan berimbang menggunakan kompos, pupuk hayati, dekomposer, pengendalian hama penyakit tanaman (HPT) secara terpadu, dan pengunaan mekanisasi pertanian.

“Khusus untuk teknologi Largo Super diyakini dapat meningkatkan produksi sampai dua kali lipatnya, potensi hasil bisa mencapai 7,9 ton per hektare,” kata Dedy.

Selain itu, ada teknologi pengelolaan air melalui pembuatan dam parit, embung, maupun teknologi sadap air. Hanya saja, Dedy menuturkan, ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha tani di lahan kering Kalimantan Tengah. Antara lain, petani masih mengusahakan cara-cara tradisional dalam usaha tani, umumnya  belum  tersentuh   teknologi, adanya   masalah sosial, ekonomi, dan budidaya turun temurun tentang konsep perlandangan berpindah,  serta kendala klasik berupa  modal. 

Kondisi  itu juga dipengaruhi karakteristik lahan kering yaitu tingkat kemasaman tinggi, kurang  subur/miskin bahan organik, tanah didominasi   jenis podsolik merah kuning, curah hujan tinggi (2500-3000  mm) dengan  bulan kering terjadi 2-3 bulan per tahun, dan  tingkat erosi tinggi.

Untuk itu, perlu kerja bersama dalam mengoptimalkan lahan kering Kalimantan Tengah yang potensinya sangat besar. Mengaktualisasikan potensi tersebut tentunya juga sangat tergantung pada sumber daya manusia untuk mengawal berbagai program yang dijalankan. Petani atau kelompok tani sebagai ujung tombak peningkatan produksi pangan juga memegang peranan penting untuk keberhasilan program. (Dedy Irwandi/Balitbangtan)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement