REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam melarang umatnya untuk melukis bentuk wajah dan fisik Rasulullah Muhammad SAW. Kebiasaan menggambar nabi-nabi atau orang-orang saleh berpotensi menjerumuskan manusia pada kesesatan. Lihatlah yang terjadi pada kaum Nabi Nuh AS, sebagaimana diabadikan Alquran surah Nuh ayat 23.
Nenek moyang mereka awalnya sekadar menghormati orang-orang saleh yang pernah hidup dan membimbing mereka pada jalan tauhid, semisal Wadd, Suwwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr.
Setelah segenap orang saleh itu kemudian wafat. Orang-orang ingin mengenangnya, tetapi dengan cara membuat patung-patung yang berbentuk serupa dengan fisik mereka.
Inilah awal paganisme atau penyembahan terhadap berhala. Mula-mula mereka merasa penyembahan terhadap Allah SWT mesti melalui perantaraan patung-patung itu. Lama kelamaan, benda-benda itulah yang dianggap sebagai tuhan.
Maka, Rasulullah SAW tidak ingin umatnya terlampau mengultuskan diri beliau. Bagaimanapun, deskripsi tentang rupa insan paling mulia itu terdapat di banyak buku sirah nabawiyah.
Seluruh kitab sejarah mengungkapkan betapa indah dan tampannya Rasulullah SAW. Misalnya, oleh Muhammad Husein Haikal dalam bukunya, Hayaatu Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad--diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ali Audah). Dia menjelaskan secara perinci gambaran sosok Nabi Muhammad SAW.