Rabu 23 May 2018 07:09 WIB

Ramadhan, Perkuat Toleransi dan Solidaritas Kebangsaan

Bila hoaks dan radikalisme dimainkan secara politik, dampaknya luar biasa

Frans Magnis Suseno
Foto: antara
Frans Magnis Suseno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sebagai negara majemuk sangat rentan untuk diadu domba melalui ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong (hoaks) yang bertujuan untuk merusak persatuan dan kesatuan NKRI. Apalagi bila ujaran kebencian dan hoaks itu digunakan untuk kepentingan politik, dan kepentingan kaum radikal terorisme. Karena itu, momentum Ramadhan ini, bangsa Indonesia wajib terus memperkuat toleransi dan solidaritas kebangsaan, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

“Ini menjadi tantangan berat bagi bangsa Indonesia. Tapi saya optimistis kita pasti bisa karena kemajemukan dan perbedaan inilah yang membuat Indonesia kuat, asalkan semua bisa saling menerima dan menghormati,” kata tokoh kebangsaan Romo Frans Magnis Suseno di Jakarta, Selasa (22/5).

Apalagi, lanjut Romo Frans Magnis, saat ini bulan puasa. Tentunya ini bisa menjadi momentum terbaik bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memerangi hal-hal negatif di atas dengan saling menghormati dan menjaga toleransi. Ia juga menyarankan kepada semua pihak untuk bisa menahan diri dan membuang perasaan menang sendiri. Itu penting karena bila ujaran kebencian, hoaks, radikalisme itu dimainkan secara politik, maka dampaknya akan sangat berbahaya.

Menurutnya, hal-hal negatif itu kalau dipolitisasi bisa dipakai untuk mengadu domba, bisa untuk fake news, hoaks, dan hal-hal emosional lainnya yang bisa menyulut permusuhan. Apalagi bila politisasi itu sudah menggunakan unsur agama, itu sangat mengancam persatuan bangsa ini. Maka itu solidaritas langsung dan saat beraktivitas di media sosial harus ditingkatkan untuk meminimalisasi hal-hal tersebut.

Secara pribadi, Romo Frans Magnis optimis bangsa Indonesia mampu menghalau berbagai hal negatif perusak persatuan itu. Pasalnya, selama kurun 30 tahun terakhir, ia menilai hubungan antar umat beragama di Indonesia justru semakin kuat dan positif. Contohnya saat terjadi serangan teroris dengan pedang di sebuah gereja di Yogyakarta, besoknya putra-putri muslim turun membantu membersihkan gereja. Begitu juga saat terjadi teror bom di Surabaya dan Sidoarjo beberapa hari lalu.

“Itu memang menggembirakan untuk menumbuhkan harmoni dan solidaritas. Tapi lebih penting lagi adalah kesediaan untuk saling menerima dan menghormati, yang akhirnya bisa saling menghargai sehingga terbangun hubungan yang positif,” terang pria kelahiran Polandia, 25 Mei 1936 itu.

Ditilik dari sisi sejarah, Romo Magnis Indonesia adalah negara yang kuat dan kokoh. Merdeka bukan dari hadiah negara lain, tapi hasil perjuangan para pahlawan bangsa. Kemudian jiwa persatuan dengan Sumpah Pemuda 1928, dan kemajemukan saat memutuskan ideologi negara, terbukti menjadi pondasi kokoh yang mampu menjaga bangsa dari berbagai gangguan.

Bahkan saat reformasi 1998, ungkap Romo, saat itu banyak pengamat yang meramal Indonesia akan pecah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Tapi nyatanya, itu tidak terjadi dan Indonesia tetap jaya dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya.

“Indonesia negara yang sangat berdaulat dalam menangani dirinya sendiri. Dari sejak merdeka, banyak masalah terjadi, tapi tidak sampai mengancam kebangsaan,” tukas Direktur Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya ini.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement