Jumat 25 May 2018 23:03 WIB

Korea Utara Tetap Buka Kesempatan Bertemu Trump

Donald Trump membatalkan rencana pertemuan dengan Korut secara sepihak.

Red: Nur Aini
Donald Trump (kiri) dan Kim Jong Un (kanan)
Foto: VOA
Donald Trump (kiri) dan Kim Jong Un (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara mengaku masih membuka perundingan dengan Washington setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump membatalkan pertemuan dengan pemimpin Kim Jong Un.

Sebelumnya pada Kamis (24/5), Trump membatalkan pertemuan pertama dalam sejarah antara pemimpin Amerika Serikat dan Korea Utara, yang rencananya akan digelar di Singapura pada 12 Juni mendatang. Keputusan Trump diambil setelah Korea Utara berulang kali mengancam akan mundur dari pertemuan puncak di Singapura sebagai balasan terhadap pernyataan penuh permusuhan dari pejabat di Gedung Putih.

"Kami sangat mengapresiasi keputusan tegas dari Presiden Trump, yang presiden lainnya tidak berani mengambilnya, dan upaya yang telah dilakukan seperti pertemuan kedua pemimpin," kata Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Kim Kye Gwan dalam pernyataan tertulis.

"Kami berharap 'formula Trump' bisa membantu menyelesaikan perbedaan dari kedua pihak," kata dia tanpa menjelaskan lebih jauh.

Di Twitter, Trump menyambut baik respons dari Pyongyang. "Kabar yang sangat baik dan pernyataan yang produktif dari Korea Utara. Kita akan lihat bagaimana hal ini akan berakhir, semoga saja perdamaian dan kesejahteraan. Hanya waktu yang bisa menjawab," kata dia.

Kim Kye Gwan mengatakan bahwa kritik dari pihaknya kepada pejabat Amerika Serikat baru-baru ini adalah sebuah reaksi dari retorika Amerika Serikat dan mengatakan bahwa permusuhan yang ada menunjukkan "urgensi perlunya" kedua pemimpin untuk bertemu. "Pembatalan sepihak yang dia lakukan adalah sesuatu yang tidak kami perkirakan dan kami sangat menyesalkannya," kata sang wakil menteri, sambil menambahkan bahwa Pyongyang masih terbuka untuk menyelesaikan persoalan dengan Washington "dengan cara dan waktu apapun."

Korea Utara mengkritik keras penasihat keamanan nasional Amerika Serikat, John Bolton, yang mengatakan bahwa nasib Pyongyang akan sama dengan Libya jika tidak menghentikan program nuklir. Pemimpin Libya Muammar Gaddafi terguling dan tewas setelah berhenti mengembangkan senjata nuklir.

Trump pada awalnya sempat berusaha meyakinkan Korea Utara. Dia tidak akan menggunakan "model Libya" untuk memaksa Pyongyang menghentikan program senjata nuklir. Sebelumnya, Pyongyang mengatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan denuklirisasi jika AS memberikan jaminan keamanan dengan menarik pulang pasukan mereka di Korea Selatan.

Pada Kamis, Pyongyang mengaku sudah menghancurkan fasilitas Punggye-ri untuk "memastikan transparasi penghentian" uji coba nuklir mereka.

Video yang disiarkan oleh media Korea Selatan pada Jumat (25/5) menunjukkan ledakan saat Pyongyang menghancurkan pintu masuk terowongan dan struktur berpenyangga kayu di sekitar fasilitas uji coba nuklir. Hal itu menyebabkan debu tebal dan reruntuhan berterbangan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement