Sabtu 26 May 2018 09:35 WIB

Pengamat: Pelibatan TNI Hadapi Terorisme Sangat Penting

Heru sebut pelibatan TNI tidak perlu diperdebatkan karena sudah ada UU yang mengatur

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Bilal Ramadhan
Revisi UU Terorisme. Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii (kanan)  memberikan laporan pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Revisi UU Terorisme. Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii (kanan) memberikan laporan pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Pasca Sarjana Universitas Pertahanan Indonesia Heru Budi Wasesa menilai, peran TNI dalam pemberantasan terorisme sudah tertuang di UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Oleh karena itu, Heru menekankan bahwa keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme jangan dianggap sebagai sebuah bentuk represif.

"Akhir-akhir ini terjadi terorisme dan keterlibatan TNI sangat penting, kita belajar dari UU TNI yang sudah menyatakan bisa berperan jika terjadi hal-hal tersebut, sekali lagi tolong jangan diartikan bahwa ini bentuk represifme," ujar Heru ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jumat (25/5).

Heru setuju apabila TNI dilibatkan dalam penanggulangan terorisme. Menurut Heru, peran TNI dalam penanggulangan terorisme tidak perlu diperdebatkan lagi karena sudah ada undang-undang yang mengatur. Adapun saat ini TNI sudah tidak berpolitik, sama halnya dengan Polri.

"Kenapa sekarang giliran TNI ingin berperang untuk menyelesaikan masalah terorisme menjadi sebuah bahaya laten bagi bangsa, kenapa kita harus protes dan ada payung hukumnya, gak perlu tunggu revisi, gak perlu perpu, (sudah) ada undang-undangnya," kata Heru.

Setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengetuk palu hasil Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Undang-undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen Senayan.

Undang-undang tersebut disahkan setelah seluruh fraksi dalam Rapat Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Antiterorisme yang digelar sehari sebelumnya akhirnya menyepakati poin definisi terorisme yaitu rumusan alternatif kedua yang menyertakan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan. Padahal sebelumnya, fraksi PKB dan PDI Perjuangan menghendakidefinisi terorisme tanpa menyertakan frasa motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.

Diketahui, RUU Antiterorisme sempat molor selama dua tahun. Pembahasan mengenai RUU tersebut semakin ramai didesak setelah peristiwa terorisme yang terjadi beruntun di Depok, Surabaya, dan Sidoarjo. Seolah tak ingin disalahkan, saling bantah antara DPR dan pemerintah terkait penundaan pembahasanpun sempat mewarnai dinamika.

Bahkan presiden juga sempat menegaskan akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) jika RUU Antiterorisme belum juga segera disahkan

Sebelumnya pada rapat Kamis (24/5) malam, anggota Pansus mewakili Fraksi PKB Muhammad Toha mengatakan, fraksinya sebenarnya masih berpandangan sebaiknya definisi terorisme tanpa menyertakan frasa motif ideologi, politik dan gangguan keamanan. Namun, karena mayoritas fraksi hampir menyepakati definisi terorisme dengan frasa motif, maka PKB mempertimbangkan asas musyawarah mufakat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement