Sabtu 26 May 2018 10:31 WIB

UU Terorisme Disahkan, Peraturan Turunan Diminta Ditetapkan

Bambang mengatakan masyarakat harus mendukung pelaksanaan RUU tersebut

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta kepada pemerintah untuk melaksanakan amanat dari RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang baru saja disahkan. Amanat tersebut yakni menetapkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.

(Baca: Pelibatan TNI Hadapi Terorisme Dinilai Sangat Penting)

"Meminta kepada pemerintah untuk melaksanakan amanat dari RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden agar segera ditetapkan setelah RUU tersebut disahkan," kata dia dalam keterangan pers, Jumat (25/5).

Terkait dengan telah disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Bambang menyatakan adanya penambahan hal-hal baru dalam UU tersebut. Di antaranya, Bab Pengawasan, Bab Soal Korban, Bab Kelembagaan, Bab Pengawasan dan soal Peran TNI.

(Baca: UU Terorisme Disahkan, Pengamat Sebut Butuh Tim Independen)

Bambang juga mengatakan masyarakat harus mendukung pelaksanaan RUU tersebut yang akan dilaksanakan oleh pemerintah setelah diundangkan. Setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengetuk palu hasil Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Undang-undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5). RUU tersebut disahkan setelah seluruh fraksi dalam Rapat Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Antiterorisme yang digelar sehari sebelumnya akhirnya menyepakati poin definisi terorisme yaitu rumusan alternatif kedua yang menyertakan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Padahal sebelumnya, fraksi PKB dan PDI Perjuangan menghendaki definisi terorisme tanpa menyertakan frasa motif ideologi, politik dan gangguan keamanan. (Baca: ICJR Sebut Definisi Terorisme Masih Multi Tafsir)

"Karena hari ini berdasarkan musyawarah mufakat, lebih banyak di alternatif kedua. Meskipun kami tetap berpandangan di alternatif satu tapi sebagai wujud musyawarah mufakat maka kami pun akhirnya di alternatif dua," ujar Anggota Pansus mewakili Fraksi PKB Muhammad Toha.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement