Ahad 27 May 2018 23:27 WIB

Pendampingan Anak Pelaku Bom Waktu Lama

Pendampingan jauh lebih sulit karena anak adalah korban indoktrinasi dan trauma.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian mengunjungi anak korban pelaku bom rumah susun Wonocolo, Sidoarjo. Selasa (15/5).
Foto: Dok Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri.
Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian mengunjungi anak korban pelaku bom rumah susun Wonocolo, Sidoarjo. Selasa (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) memperkirakan pendampingan dan proses pemulihan anak pelaku pengeboman di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim) beberapa waktu lalu bisa memakan waktu lama. Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, pendampingan tidak bisa dalam waktu singkat.

"Bisa lama (pendampingannya) dan relatif lebih sulit karena anak-anak ini mendapatkan indoktrinasi, radikalisme, dan tentunya ada trauma. Tapi mesti dilhat tingkat kerusakannya," ujarnya, Ahad (27/5).

Ia menambahkan, Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA pada Jumat (25/5) kemarin sudah meninjau dan melihat pemerintah daerah (pemda) di Jatim telah melakukan tugasnya mendampingi bocah tak berdosa ini. Ia menyebut berdasarkan undang-undang (UU) Pemerintah Daerah (Pemda) menyebutkan pemda yang melakukan pendampingan.

Jadi, kata dia, pemda yang mendampingi rehabilitasi khusus terorisme supaya anak tidak melakukan kekerasan atau radikalisme. Disinggung berapa lama dibutuhkan pendampingan, Pribudiarta tidak dapat menjawab pasti.

"Ibaratnya pekerja sosial (peksos) punya diagnosis berbeda pada anak karena setiap kasus dan anak pasti berbeda hasilnya," katanya. Ia menambahkan, Kementerian PPPA juga sudah menyediakan bantuan unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk membantu persoalan ini.

Namun, ia menegaskan peran psikolog juga dibutuhkan. "Psikolog punya kekuatan deradikalisasi," ujarnya.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo ingin anak-anak para pelaku terorisme yang turut tewas jangan ditetapkan sebagai pelaku. Menurutnya, dalam kondisi tersebut mereka juga merupakan korban dari apa yang orang tuanya lakukan.

"Untuk korban, korban anak-anak pelaku ini itu harus tetap ditetapkan sebagai korban, bukan pelaku. Karena yang bersangkutan bukan hanya korban ketika itu saja, tetapi sejak diasuh dengan keliru oleh orang tuanya," kata Hasto, Kamis (23/5).

Untuk anak yang selamat, tentunya akan menjadi saksi kunci dalam persidangan nantinya. LPSK menyediakan diri untuk memberikan perlindungan terhadap saksi, termasuk anak tersebut. Bila perlu, katanya, anak tersebut direlokasi.

"Supaya yang bersangkutan tumbuh kenyamanan, keamanan. Sehingga, bisa memberikan keterangan secara full," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اِذْ اَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوٰى وَالرَّكْبُ اَسْفَلَ مِنْكُمْۗ وَلَوْ تَوَاعَدْتُّمْ لَاخْتَلَفْتُمْ فِى الْمِيْعٰدِۙ وَلٰكِنْ لِّيَقْضِيَ اللّٰهُ اَمْرًا كَانَ مَفْعُوْلًا ەۙ لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْۢ بَيِّنَةٍ وَّيَحْيٰى مَنْ حَيَّ عَنْۢ بَيِّنَةٍۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَسَمِيْعٌ عَلِيْمٌۙ
(Yaitu) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada lebih rendah dari kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), niscaya kamu berbeda pendapat dalam menentukan (hari pertempuran itu), tetapi Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasa dengan bukti yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidup dengan bukti yang nyata. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

(QS. Al-Anfal ayat 42)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement