Rabu 30 May 2018 20:14 WIB

Sidang Vonis Aman Abdurrahman Digelar Setelah Lebaran

Aman Abdurrahman sebelumya dituntut hukuman mati dalam sidang di PN Jakarta Selatan.

Terdakwa kasus dugaan serangan teror bom Thamrin dengan terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (kanan) menjalani sidang dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan dari Jaksa penuntut umum atas nota pembelaannya (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (30/5).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Terdakwa kasus dugaan serangan teror bom Thamrin dengan terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (kanan) menjalani sidang dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan dari Jaksa penuntut umum atas nota pembelaannya (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Akhmad Jaini menyatakan bahwa sidang putusan atas kasus bom Thamrin dan empat kasus teror lainnya dengan terdakwa Aman Abdurrahman akan digelar Jumat (22/6). Pada hari ini, jaksa penuntut umum telah membacakan replik atas pleidoi Aman.

"(Sidang) vonis setelah Lebaran 2018, pada 22 Juni," kata Hakim Akhmad Jaini di PN Jakarta Selatan, Rabu (30/5).

Aman Abdurrahman alias Oman Rochman atau Abu Sulaiman bin Ade Sudarma didakwa terlibat dalam kasus bom Thamrin, kasus bom Gereja Oikumene di Samarinda, kasus bom Kampung Melayu, kasus penyerangan di Bima, NTB dan kasus penyerangan Mapolda Sumut. Ia dituduh berperan sebagai dalang di balik teror tersebut.

Namun penasihat hukum Aman, Asludin Hatjani membantah keterlibatan kliennya dalam lima kasus terorisme tersebut. Menurut Asludin, Aman tidak pernah menyerukan kepada para pengikutnya untuk berjihad di Tanah Air, melainkan hanya menyerukan untuk berjihad ke Suriah.

Asludin menambahkan dalam buku Seri Materi Tauhid karangan Aman, hanya dijelaskan tentang tauhid dan makna thagut saja, bukan pengajaran tentang jihad. Aman seharusnya bebas dari penjara pada 17 Agustus 2017 usai menjalani masa hukuman sembilan tahun atas keterlibatannya dalam pelatihan militer kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di pegunungan Jalin, Kabupaten Aceh Besar pada 2010.

Namun, pada 18 Agustus 2017, polisi menetapkan Aman sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam serangan teror bom Thamrin. Aman dijerat dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pada sidang hari ini, tim jaksa menolak seluruh nota pembelaan yang diajukan Aman Abdurrahman. Penuntut umum juga menolak nota pembelaaan yang diajukan oleh tim penasihat hukumnya.

"Sekali lagi tim jaksa penuntut umum memohon kepada majelis hakim, menolak seluruh nota pembelaan yang diajukan oleh terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum, Anita Dewayani dalam sidang dengan agenda replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/5).

Anita beralasan, tuntutan pidana mati untuk terdakwa sudah sesuai dengan mempertimbangkan keterangan para saksi dan ahli, alat bukti berupa tulisan-tulisan terdakwa. Tim JPU menepis adanya anggapan bahwa tuntutan JPU merupakan perbuatan dzalim seperti yang dituduhkan Aman.

Anita juga menepis tuduhan adanya kesepakatan pihak-pihak tertentu untuk menjadikan Aman Abdurrahman sebagai pihak yang bersalah dalam kasus terorisme. "Tindakan penuntutan yang kami lakukan semata-mata untuk memberikan keadilan bagi masyarakat, keadilan bagi para korban. Landasan batas wewenang kami ada dasarnya, yakni adanya minimal dua alat bukti," kata Anita.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement