REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan utusan tinggi Korea Utara Kim Yong-chol akhirnya bertemu di New York untuk mengatur pertemuan bersejarah antara para pemimpin mereka tentang denuklirisasi. Diskusi itu dilakukan ketika Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mendarat di ibu kota Korea Utara, Pyongyang, untuk melakukan pembicaraan dengan mitra Korea Utara, Ri Yong-ho.
Kim dan Pompeo berada di apartemen Manhattan selama 90 menit pada Rabu malam (30/5). Usai meninggalkan jamuan makan malam pribadi, keduanya tidak memberikan rincian pembahasan kepada awak media.
"Makan malam yang baik dengan Kim Yong Chol di New York malam ini," kata Pompeo. "Steak, jagung, dan keju semua kami santap."
Amerika Serikat telah menuntut Korea Utara membatalkan program senjata nuklirnya di tengah laporan bahwa mereka hampir meluncurkan rudal yang mampu menghancurkan AS. Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah dijadwalkan untuk mengadakan KTT yang belum pernah terjadi sebelumnya di Singapura pada 12 Juni. Sengketa antara Washington dan Pyongyang menjadi alasan Trump kemudian membatalkan pertemuan mereka pekan lalu.
Tong Zhao, seseorang dari Program Kebijakan Nuklir di Pusat Kebijakan Global Carnegie-Tsinghua, mengatakan kepada Aljazirah KTT Singapura kemungkinan akan terjadi meskipun ada perbedaan antara kedua pihak. "Ada komitmen yang jelas dari kedua belah pihak untuk melanjutkan KTT tersebut," kata dia.
"Meskipun masih ada masalah substantif di keduanya. Mereka masih menghadapi kesenjangan besar di posisi masing-masing, tapi saya pikir ada lebih dari 50-50 kemungkinan KTT akan berlangsung tepat waktu di Singapura."
Washington menekan Korea Utara untuk segera menyerahkan semua senjata nuklirnya dengan cara yang dapat diverifikasi. Hal itu sebagai imbalan untuk mencabut sanksi dan insentif ekonomi. Namun para analis mengatakan Korea Utara tidak akan mau menyerahkan program nuklirnya kecuali jika diberikan jaminan keamanan bahwa AS tidak akan berusaha menjatuhkan rezim.