REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pihak berwenang Arab Saudi dilaporkan telah membebaskan sementara delapan orang yang dituding sebagai aktivis penentang kerjaan negara itu, Ahad (3/6). Meski demikian, terdapat sembilan orang lainnya yang baru ditahan terkait kasus tersebut.
Menurut jaksa penuntut umum Arab Saudi, orang-orang yang ditahan sejak bulan lalu merupakan aktivis dari kelompok hak asasi manusia. Mereka disebut sebagai aktivis untuk hak-hak perempuan.
Dalam sebuah pernyataan, jaksa mengatakan bahwa mereka yang ditahan mengaku telah bekerjasama dengan sejumlah pihak yang menentang Kerajaan Arab Saudi. Tak hanya itu, para aktivis juga merekrut sejumlah orang untuk mendapatkan informasi rahasia yang bersifat merugikan negara dan menawarkan dukungan bagi pihak asing.
Sejauh ini, ada 17 orang yang disebut telah ditahan oleh otoritas Arab Saudi. Diantara delapan orang yang sementara dibebaskan adalah lima perempuan dan tiga laki-laki.
Atas penahanan aktivis-aktivis tersebut, Pemerintah Arab Saudi telah mendapat kritik dari internasional. Diantaranya kelompok pengamat hak asasi internasional yang mengecam penahanan dalam beberapa pekan terakhir.
Sementara itu, PBB juga menyerukan Pemerintah Arab Saudi untuk memberi informasi tentang aktivis yang ditangkap. Hak-hak hukum bagi mereka juga diminta untuk dijamin oleh negara itu.
Sebelumnya, otoritas Arab Saudi mengumumkan telah menangkap tujuh aktivis hak-hak perempuan beberapa pekan sebelum pemerintah negara itu mencabut larangan mengemudi bagi perempuan. Dari apa yang diberitakan dalam saluran berita Kerajaan Arab Saudi, mereka ditangkap atas dugaan adanya kerjasama dengan negara asing.
Selama ini, Arab Saudi memiliki undang-undang yang mengatur perempuan dengan ketat. Termasuk diantaranya adalah mengharuskan Kaum Hawa untuk mendapatkan izin dari laki-laki terlebih dahulu dalam berbagai tindakan dan mengambil keputusan.
Arab Saudi secara resmi mencabut larangan mengemudi bagi perempuan pada September 2017. Namun, ketetapan tersebut mulai diberlakukan pada bulan depan.