REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu duduk bersama Pemerintah untuk mencari terobosan payung hukum aturan yang diajukan KPU. Hal itu terkait draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif yang isinya memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk Pileg 2019.
"Terobosan ini ada jalan lain. Seperti KPU duduk bersama pemerintah untuk melakukan semacam terobosan hukumnya supaya apa yang diinginkan KPU yang saya kira bagus ada payung hukumnya. Tapi kalau nggak ada payung hukumnya akan menjadi masalah," kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/6).
Fadli mengaku memahami niatan baik dan semangat KPU untuk menghadirkan calon calon legislatif yang berintegritas. Namun kata dia, semua aturan harus sesuai dengan Undang-undang. Karenanya, ia menilai perlu ada tindaklanjut Presiden maupun Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan terkait kesimpangsiuran aturan tersebut.
"Karena di lembaga itu harusnya presiden ikut mencari jalan atau Menko terkait mencari jalan supaya ada penyelesaian supyaya tidak mengambang gini. Saya kira Menkopolhukam bisa mestinya untuk mencari jalan supaya menegangi itu," ujar Fadli.
Fadli melanjutkan, jika persoalan tersebut tidak diselesaikan maka hal itu akan berpengaruh dengan proses persiapan rekrutmen caleg yang tengah dilakukan partai pilitik. "Ini harus segera supaya tidak ada kesimpangsiuran apalagi ini terjait rekrutmen untuk bacaleg sudah di mulai di banyak partai politik," ucapnya.
Baca juga: Menkumham tak Mau Teken PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg
Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan tidak akan menandatangani draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk Pileg 2019.
Yasonna beralasan, enggan menandatangani karena substansi yang dalam PKPU tersebut bertentangan dengan Undang undang. "Jadi nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU itu saja," ujar Yasonna saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).
Menurut Yasonna, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan akan memanggil Komisi Pemilihan Umum. Dalam pemanggilan tersebut, pihaknya akan menjelaskan kepada KPU bahwa draft PKPU tersebut tidak sesuai dengan Undang undang diatasnya yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Selain itu, PKPU tersebut juga tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya pernah menganulir pasal mantan narapidana ikut dalam Pilkada pada 2015 lalu.
"Nanti saya akan minta Dirjen manggil KPU. Pertama alasannya itu bertentangan dengan UU. Bahkan tidak sejalan dengan keputusan MK. Kita ini kan sedang membangun sistem ketatanegaraan yang baik. Tujuan yang baik jangan dilakukan dengan cara yg salah," ujar Yasonna.
Menurutnya juga, pihaknya akan meminta KPU merevisi draft PKPU tersebut lantaran tidak sesuai dengan Undang undang diatasnya yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: KPU: Belum Pernah Terjadi Kemenkumham Tunda Pengesahan PKPU