REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Relawan #2019GantiPresiden meluncurkan video klip lagu berjudul sama #2019GantiPresiden ciptaan musisi Sang Alang. Sejumlah seniman dan tokoh tampil dalam video klip lagu tersebut, seperti, Neno Warisman, Ahmad Dhanni, Fauzi Baadilah, Fadli Zon dan Mustafa Nara.
"Kita membuat video klip ini sepekan, sejak 30 Mei sampai 6 Juni," kata salah satu relawan #2019GantiPresiden Neno Warisman di Kafe Cerita, Jakarta Timur, Rabu (6/6).
Neno mengatakan lagu ini menyuarakan keprihatinan atas kondisi bangsa. Salah satu yang menjadi motivasinya tergabung dengan gerakan ini, yakni, kondisi kehidupan masyarakat yang semakin sulit, banyaknya pengangguran, banyak ibu-ibu mencari nafkah dengan menggendong anak.
Menurut Neno, masyarakat tersebut butuh perubahan. Hal itu yang membuat dia tertarik menjadi bagian dalam lagu #2019GantiPresiden. Ia meminta masyarakat tidak menjadikan lagu ini sebagai momok yang menakutkan. Ia beralasan, lagu ini merupakan gerakan nurani masyarakat.
"Apa yang menakutkan dari ibu-ibu yang cinta NKRI. enggak usah tegang, jangan dibuat masalah," ujarnya.
Ia berharap lagu ini akan mengakar ke masyarakat. Sehingga, banyak yang gembira menyambut pesta demokrasi 2019. Pun ia optimistis relawan #2019GantiPresiden akan selalu solid mengawal pemilihan umum (Pemilu) 2019. Ia mengatakan, selama ini relawan bergerak secara intuitif dan spontan.
Dalam proses pembuatan video klip, perancangan materi dilakukan pada 28 Mei. Kemudian, proses perekaman dilakukan pada 30 Mei dan diluncurkan pada 6 Juni 2018. Pencipta lagu #2019GantiPresiden Sang Alang mengatakan lagu ini terispirasi dari kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
"Ini lagu yang membuat saya penasaran. Saya membaca berita ternyata benar," ujarnya.
Baca juga: Yel dan Tagar #2019GantiPresiden, Pramono: Itu Lucu-lucuan
Menanggapi munculnya yel-yel dan tagar #2019GantiPresiden, Sekretaris Kabinet Pramono Anung pun ikut bersuara terkait maraknya jingle ataupun yel-yel 2019 Ganti Presiden itu. Menurutnya, di dalam negara demokrasi, masyarakat bebas membuat yel, puisi, atau apa pun. Kendati demikian, hal tersebut tak boleh dipaksakan kepada masyarakat lainnya. Ia menilai, Istana pun menganggap munculnya yel-yel tersebut sebagai bagian dari demokrasi.
"Paling penting tidak boleh ada pemaksaan kepada rakyat. Kita harus hormati untuk itu. Sebagai partai pendukung kami lihat itu sebagai bagian lucu-lucuan saja," ujar Pramono di kantornya, Jakarta, Rabu (6/6).
Menurut dia, masyarakat saat ini sudah cerdas dan mengetahui mana gerakan yang bermotif politik ataupun tidak. Namun, Pramono mengingatkan, masyarakat memiliki hak politiknya masing-masing sehingga diharapkan tak ada paksaan untuk melakukan gerakan tersebut.