REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sahabat Yudi Latif dan mantan staf khusus wakil presiden Hamzah Haz, Lukman Hakiem, mengatakan sangat terkejut dengan adanya pernyataan dia mundur dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Apalagi, belakangan ini tak ada tanda-tanda bila dia akan melakukan hal itu.
‘’Saya kaget sekali. Pasti ini penyebabnya ada polemik soal gaji BPIP yang ramai itu. Saya rasa Yudi sangat jengah dan mengusik nuraninya,’’ kata Lukman kepada Republika.co.id, Jumat (8/6).
Lukman mengatakan, sebagai sahabat, dirinya tahu persis bahwa Yudi pasti terpukul dengan polemik itu. Apalagi, dia selama ini telah berbuat sangat serius untuk menwujudkan cita-cita lembaga itu. Berbagai usaha pun sudah dilakukan.
‘’Yudi saya tahu persis bukan pemburu gaji besar. Dia punya idealisme. Gaya hidupnya juga tak berubah ketika menjadi Kepala BPIP. Hidup dia juga tak berubah. Dia tetap
sederhana dan gampang ditelepon,’’ ujarnya lagi.
Lukman yang juga mantan anggota DPR dan staf almarhum perdana menteri Moh Natsir lebih lanjut menyatakan punya kenangan ketika Yudi masih menjabat sebagai kepala BPIP. Katanya, kala itu dia akan me-launching buku karyanya, yakni Merawat Indonesia. Buku ini tentang kisah teladan para pendiri bangsa saat membentuk dan mengeksiskan negara Republik Indonesia ini.
‘’Saya meminta Yudi Latif untuk membahas buku ini. Dia sudah sanggup dan tinggal mencocokkan waktunya. Bahkan, dia berjanji bila BPIP menyelanggarakannya launching buku saya ini. Sebagai sahabat, saya tentu gembira sekali,’’ katanya lagi.
Namun, ungkap Lukman, acara bedah buku beberapa waktu kemudian ternyata tak berhasil diselenggarakan. Dengan meminta maaf, Yudi mengatakan bahwa acara peluncuruan buku diurungkan. Selain dirinya sibuk sekali, dia mengatakan bahwa BPIP tidak punya dana untuk membantu acara tersebut. ’’Maaf sekali ini bang. Ya begitulah keadaannya,’’ kata Lukman.
Sebagai seorang cendekiawan, lanjut Lukman, Yudi memang punya obesesi besar untuk membumikan ide Pancasila. Apalagi selama ini Pancasila tampak ada di awang-awang dan belum banyak diwujudkan dalam perilaku konkret bangsa sehari-hari.
‘’Saya suka ide dan pikiran Yudi atas Pancasila itu. Ini tecermin dalam buku yang ditulisnya seperti "Negara Paripurna" dan "Mata Air Keteladanan". Kedua buku ini merupakan terobosan baru dalam pemikiran mengenai Pancasila. Sebagai orang tua, saya kagum akan pikiran dia,’’ katanya.
Seperti diketahui, Yudi Latif melalui melalui Twitter-nya menyatakan mundur dari BPIP. Salah seorang sahabat Yudi Latif lainnya menyatakan, pernyataan itu telah dikirim kepada presiden.
Yudi telah menjabat sebagai kepala BPIP sejak lembaga tersebut masih bernama Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) sejak 7 Juni 2017. UKP-PIP kemudian bertransformasi menjadi BPIP sejak 28 Februari 2018 ini. Yudi mengundurkan diri terhitung sejak Kamis (7/6), tepat setahun sejak dirinya dilantik menjadi kepala BPIP. Yudi beralasan dirinya mundur agar adanya penyegaran kepemimpinan baru di BPIP.
"Saya merasa perlu ada pemimpin-pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan," kata Yudi melalui keterangan tertulis yang dimuat di laman resmi kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Jumat (8/6).