Jumat 08 Jun 2018 16:30 WIB

Parpol Perlu Bersepakat tak Usung Mantan Koruptor Jadi Caleg

Pihak yang keberan dengan PKPU dinilai sebenarnya setuju dengan maksud baik KPU.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Karta Raharja Ucu
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto: republika
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mengundang seluruh partai politik (parpol), terkait polemik Peraturan KPU (PKPU) yang melarang mantan koruptor menjadi caleg. "KPU mengundang seluruh parpol untuk bersama-sama membuat dan menandatangani deklarasi atau kesepakatan untuk tidak mencalonkan mantan terpidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak sebagai calon anggota DPR dan DPRD," kata dia, Kamis (7/6).

Menurut dia, hal itu perlu dilakukan bila para pihak yang keberatan dengan PKPU itu, sebenarnya setuju dengan semangat dan maksud baik dalam Peraturan KPU tersebut. Namun, pihak ini menganggap substansi PKPU tersebut tidak boleh melanggaran putusan MK dan Undang-undang.

Bayu yakin parpol peserta Pemilu 2019 tidak akan keberatan menandatangani deklarasi tersebut. Mengingat dalam berbagai pernyataannya di media selama ini mereka mendukung ide baik KPU itu. Deklarasi tersebut, kata dia, jika dilakukan maka dapat dianggap sebagai hukum yang mengikat bagi yang menandatanganinya.

Bayu mengatakan, bila ada parpol yang menolak menandatangani deklarasi atau di kemudian hari ada parpol yang melanggar atau ingkar janji terhadap isi deklarasi, maka parpol tersebut dianggap melakukan kebohongan publik. Karena itu, dipastikan parpol yang melanggar akan mendapat hukuman setimpal dari publik yaitu dikampanyekan untuk tidak dipilih dalam Pemilu.

Polemik yang tidak kunjung usai terkait PKPU tersebut, menurut Bayu, sebetulnya menunjukkan cara berhukum yang masih konservatif, sangat positivistik dan kurang kreatif. "Karena masih mengandalkan satu-satunya cara untuk menyelesaikan permasalahan dalam negara hanya melalui penyusunan norma peraturan perunndang-undangan," ujarnya.

Padahal, lanjutnya, berhukum di masyarakat sebenarnya bukan hanya soal peraturan perundang-undangan. Melainkan manusia-manusia dalam negara hukum juga perlu aktif mencari solusi alternatif dalam hal terjadi kebuntuan hukum yang akut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement