REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mulai menerapkan pemberlakukan tarif tol terintegrasi pada 13 Juni 2018 pukul 00.00 WIB. Integrasi ini diharapkan mampu memangkas antrean dan meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Kepala Badan Pelaksana Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, selama ini ada pemisahan sistem di jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Misalnya, pemisahan akses Tanjung Priok, di JORR S1 dan JLB. Hal tersebut membuat pengguna harus berhenti di beberapa tempat untuk melakukan transaksi tol.
"Nah ini kita lakukan integrasi sehingga cukup satu transaksi," katanya dalam konferensi pers di Hotel Dafam Teraskita, Senin (11/6).
Ia mengakui, dengan integrasi ini tarif yang dibebankan kepada pengguna akan mengalami kenaikan. Contohnya tarif tol JORR yang semula Rp 9.500 menjadi Rp 15 ribu. Namun, jika dilihat dari tarif tol gabungan, misalnya yang memanfaatkan JLB dan JORR, tarif yang dibayarkan mengalami penurunan dari sekitar Rp 19 ribu menjadi Rp 15 ribu. Terlebih, dari Priok yang tadinya bisa mencapai Rp 24 ribu menjadi Rp 15 ribu.
"Juga dengan rasionalisasi golongan, tarif tolnya juga bisa direduksi menjadi 1,5 dan dua kalinya," ujar dia.
Terkait rasionalisasi, saat ini BPJT masih meberapkan lima golonga kendaraan. Namun dengan rasio yang sudah disesuaikan. Untuk golongan I dengan rasio dikali satu, golongan II dan III dikali rasio 1,5 dan rasio dikali dua untuk golongan IV dan V.
Integrasi tarif tol JORR ini setidaknya melibatkan empat perusahaan jalan tol yakni PT Jasa Marga, PT Hutama Karya, PT JLB dan PT Marga Lingkar Jakarta.
Integrasi tarif tol di Jabotabek masih dilakukan secara bertahap. Tahap awal dilakukan untuk tol JORR. Herry menambahkan, pemerintah sudah melakukan integrasi serupa di Semarang sebelum musim mudik berlangsung. Diakui Herry, integrasi tersebut berjalan dengan lancar. Selain bertahap melakukan integrasi tarif tol di Jakarta, BPJT saat ini masih mengkaji penerapan integrasi tarif tol ini di Surabaya.