REPUBLIKA.CO.ID, BAUCHI -- Nigeria menerapkan jam malam pada Ahad (24/6) di negara bagian Plateau Pusat. Jam malam ditetapkan setelah sedikitnya 70 orang tewas dalam bentrokan komunal antara petani dan penggembala semi-nomaden selama akhir pekan.
Konflik yang telah berlangsung puluhan tahun ini semakin meningkat tajam pada tahun ini. Khususnya di negara-negara pedalaman etnis dan agama yang dikenal sebagai Middle Belt. Ini menyebabkan lebih banyak korban jiwa daripada pemberontakan Boko Haram di timur laut Nigeria.
"Pemerintah telah memberlakukan jam malam dari jam 6 sore hingga 6 pagi untuk menciptakan keadaan normal. Polisi dan petugas keamanan lainnya juga telah disiagakan saat ini," kata Komisaris Informasi Negara Plateau, Yakubu Dati.
Kekerasan komunal antara penggembala dan petani telah berputar ke dalam lingkaran kekerasan dan serangan pembalasan. Tahun ini ratusan orang tewas di Middle Belt akibat konflik. Konflik sebagian berasal dari perebutan tanah yang semakin berkurang.
Ketidakamanan telah menjadi masalah utama bagi Presiden Muhammadu Buhari. Ia berencana mengikuti pemilihan pada Februari mendatang. Ia berjanji untuk memberikan perdamaian dan stabilitas jika memenangkan pemilihan.
"Ini semakin memperkuat seruan saya untuk melakukan perombakan seluruh aparat keamanan negara ini," kata pemimpin majelis rendah parlemen Nigeria, Yakubu Dogara.
Ia mengatakan kekerasan menjadi ancaman serius bagi demokrasi Nigeria. Partai Buhari menolak kritik bahwa pemerintahannya membela para penggembala. Ini karena kelompok itu berasal dari kelompok etnis Fulani yang sama dengan presiden.