REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Turki resmi membeberkan hasil penghitungan suara pemilihan kepala negara. KPU mengungkapkan, Recep Tayyip Erdogan kembali menempati kursi kepala pemerintahan Turki.
Berdasarkan hasil penghitungan resmi, Erdogan meraih kemenangan mutlak dalam pemilu tersebut. Ketua KPU Turki Sadi Guven mengatakan, penghitungan suara sudah mencapai 97 persen suara masyarakat.
Pemungutan suara dimulai sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Lebih dari 56 juta pemilih memberikan suara mereka di lebih dari 180 ribu tempat pemungutan suara (TPS).
Kemenangan tersebut membuat sejumlah partai mengajak partai Justice and Development (AKP) milik Erdogan untuk berkoalisi agar mendapatkan suara mayoritas dalam parlemen negara. Di sisi lawan, koalisi National Alliance mengaku akan terus melakukan perlawanan terkait demokrasi, entah apa pun hasilnya.
Menanggapi kemenangan dalam pemilu, Erdogan mengaku akan berupaya semaksimal mungkin untuk merealisasikan janji kampanyenya. Hal tersebut dia ungkapkan dalam pidato perdana setelah hasil resmi pemilu keluar.
"Mulai besok kami akan memulai bekerja untuk merealisasikan janji kami kepada masyarakat," kata Erdogan.
Erdogan juga berjanji agar otoritas Turki lebih selektif dalam melakukan penangkapan terkait kudeta gagal dua tahun lalu. Dia juga mengatakan akan terus mengerahkan kekuatan militer untuk terus berusaha membebaskan Suriah sehingga 3,5 juta warga negara yang tengah mengungsi di Turki dapat pulang ke kampung halaman mereka dengan aman.
Kemenangan Erdogan sekaligus membuka jalan bagi dirinya untuk meneruskan pemerintahan dalam waktu lima tahun ke depan. Berdasarkan konstitusi baru, Erdogan dapat memimpin hingga 2028 mendatang.
Seperti diketahui, Turki segera menjalani pemilihan umum parlemen dan presiden bersejarah pada Ahad (24/6) lalu. Pemilu kali ini akan menempatkan presiden dengan kekuatan terbesar sejak negara modern itu terbentuk dan memengaruhi dinamika regional.
Bentuk presidensial Tukri diusulkan oleh Erdogan dan partainya pada tahun lalu. Warga lantas sepakat untuk memindahkan kekuasaan tertinggi dari tangan perdana menteri ke presiden yang akan dipilih melalui pemilu nanti.
Artinya, selepas pemilu, posisi perdana menteri dan kekuasaan eksekutif diserahkan ke tangan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden terpilih selanjutnya berhak menentukan wakil presiden beserta menteri dan birokrat juga hakim.