Kamis 28 Jun 2018 15:16 WIB

UEA Perkuat Kelembagaan Dewan Fatwa

Pembentukan lembaga ini diharapkan mampu menjembatani tradisi dan modern.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Buku-buku fatwa (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Buku-buku fatwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  ABU DHABI -- Cendekiawan Muslim yang telah terkenal secara internasional di Uni Emirat Arab, Sheikh Hamza Yusuf, mengatakan bahwa dunia Muslim sangat membutuhkan Dewan Fatwa seperti yang UEA kini miliki untuk mengatasi banjir fatwa yang dikeluarkan tanpa pengetahuan tentang konteks tradisi dan modern. Sheikh Yusuf diangkat sebagai anggota Dewan Fatwa Emirat pada Ahad lalu, saat Kabinet UEA membentuk lembaga tersebut.

Cendekiawan Amerika, yang merupakan presiden di Universitas Zaytuna di Kalifornia di AS, itu dianggap sebagai salah satu cendekiawan Islam paling berpengaruh di Barat. Sementara ketua Dewan Fatwa Emirat, Sheikh Abdullah bin Bayyah, merupakan gurunya yang memintanya secara pribadi untuk bergabung dengan dewan.

Sheikh Yusuf mengatakan, ia langsung menyetujui saat ditawari permintaan oleh sang guru. Ia melihat perlunya otoritas untuk menawarkan kejelasan bagi dialog yang samar. Ia mengatakan, Syariah begitu canggih dan hanya dapat diterapkan dengan pengetahuan mendalam tentang konteks dan peraturan.

"Ada kebutuhan untuk tanggapan yang otoritatif dan cerdas terhadap masalah yang dihadapi umat Islam dan itu harus didasarkan pada pengetahuan yang kuat dari tradisi itu sendiri dan juga pengetahuan tentang konteksnya," kata Sheikh Yusuf, dilansir di The National, Kamis (28/6).

Sheikh Yusuf mengatakan, tugas utama saat ini ialah guna membawa peraturan agama ke masa kini sembari tetap mempertahankan ajaran-ajaran utama Islam. Menurutnya, dewan ini telah menjadi pendekatan UEA. Namun, beberapa fatwa dikeluarkan di tempat lain, yang terkadang menimbulkan kemarahan atau membingungkan kaum muda Muslim.

 

Ia menilai, banyak anak muda kebingungan dengan semua pesan berbeda yang mereka dapatkan. Karena ada banyak pendapat tentang berbagai hal, dari yang sangat berbahaya hingga yang sangat liberal.

 

 

"Anda memiliki fatwa yang mungkin sesuai 800 tahun lalu, tapi tidak sesuai untuk hari ini. Agama itu dinamis dan tidak statis. Tetapi prinsipnya tidak bisa dikompromikan," lanjutnya.

Syekh Yusuf berharap dewan baru tersebut akan menangani masalah ini dan menawarkan suara yang satu. Menurutnya, penting untuk memiliki bimbingan dan membantu kaum muda mengarahkan hidup mereka, serta bagaimana menjadi Muslim yang taat dalam lingkungan yang kerap bertentangan dengan keyakinan mereka.

Ia mengatakan, hambatan terbesarnya adalah ketidaktahuan dan menambah ketidaktahuan, yang kerap tidak menyadari betapa bodohnya kita. Dia menilai banyak masalah yang dapat diselesaikan jika mereka kembali kepada prinsip-prinsip Alquran. Karena sejumlah fatwa terburuk dalam sejarah Islam saat ini tengah dikeluarkan di bagian lain dunia, yang justru mendorong pada kekerasan dan pembunuhan.

"Fatwa membutuhkan banyak pengetahuan. Islam bukanlah agama yang dikeluarkan dengan cepat. Setiap situasi memiliki pertimbangan. Sangat penting bagi seorang mufti untuk sadar akan negara di mana dia berada dan untuk menyadari tradisinya," ujarnya.

Dalam hal ini, ia mengatakan mufti kerap mengeluarkan fatwa untuk negara-negara yang tidak mereka tinggali. Sehingga, mereka tidak tahu masyarakat dan kondisi mereka. Dalam dunia global, menurutnya beberapa fatwa sesuai untuk sejumlah masyarakat di satu tempat dan tidak sesuai di tempat lainnya.

Misalnya, di beberapa tempat di dunia Muslim, orang masih hidup dalam masyarakat sederhana dan ada tempat lain di mana kehidupan sangat kompleks. Karena itu, menurutnya mereka tidak dapat menggunakan tanggapan yang sama dan keputusannya mungkin berbeda karena waktu dan tempatnya. Sementara itu, beberapa fatwa terburuk yang dikeluarkan selama bertahun-tahun berkaitan dengan kekerasan.

Selain fatwa yang berbahaya, beberapa fatwa lainnya tergolong konyol. Misalnya, dalam larangan bermain catur ketimbang larangan bermain game. Karena itulah, Sheikh Yusuf memuji upaya UEA untuk mengatasi krisis fatwa dengan membentuk lembaga tersebut.

Ia juga memuji Sheikh Abdullah sebagai pemimpin yang ideal. Menurutnya, dia adalah salah satu tokoh Islam paling terkenal di dunia dan pendukung kuat bagi Islam moderat.

Ia mengatakan, Sheikh Abdullah adalah sosok yang membantu mengamankan pembebasan Florence Aubenas, seorang koresponden perang wanita Prancis untuk Pembebasan harian Prancis. Ia disandera di Irak dengan penerjemah Iraknya, Hussein Hanun, pada 2005.

Sheikh Yusuf menambahkan, bahwa UEA telah aktif dalam mengatasi krisis fatwa. Menurutnya, pendekatan Sheikh Abdullah bin Bayyah adalah satu-satunya yang akan memungkinkan umat Islam untuk mengarahkan dunia modern tanpa kehilangan arah dengan pergi dari sisi ekstrim (kekerasan) ke sisi yang lain yang kehilangan agama sama sekali.

Sebelumnya, Kabinet UEA membentuk Dewan Fatwa Emirat pada Ahad lalu. Dewan itu akan menjadi referensi resmi untuk fatwa terkait peraturan Islam dan akan menangani semua tugas yang berkaitan dengan fatwa. Lembaga itu diketuai oleh Sheikh Abdullah bin Bayyah, yang merupakan Presiden dari Forum yang Mempromosikan Perdamaian dalam Masyarakat Muslim.

Dewan Fatwa memiliki kewenangan untuk menjamin izin untuk mengeluarkan fatwa, melatih para mufti dan mengembangkan kemampuan mereka. Di samping, untuk memimpin studi terkait dengan koordinasi dengan Otoritas Umum untuk Urusan Islam dan Wakaf UEA. Namun demikian, Dewan belum mengadakan pertemuan pertama mereka sejak dibentuk.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement