REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti hukum pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan persoalan situs resmi KPU yang mengalami down dan tidak bisa diakses adalah salah satu hal yang harus diperbaiki oleh KPU. Tujuannya, untuk membuktikan konsistensi dalam semangat transparansi penyelenggaraan pilkada.
Menurut Fadli, kalau pun terdapat kendala dari peretas, hal itu menurutnya harus dituntaskan oleh KPU. Akan tetapi, ia menilai hal itu tidak berpengaruh terhadap transparansi penghitungan hasil pilkada tersebut.
"Saya tidak melihat kejadian itu sebagai potensi manipulasi hasil pemilu. Karena rekap legal formal hasil pemilu tetap dari penghitungan manual yang dilakukan berjenjang," kata Fadli, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (3/7).
Kendati demikian, ia mengatakan masyarakat tetap harus ikut mengawasi proses yang tengah berjalan agar meminimalisir potensi kecurangan. Menurutnya, masyarakat bisa ikut berpartisipasi memantau proses rekapitulasi dengan datang ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk melihat proses rekap.
Pilkada secara serentak yang digelar di 171 daerah provinsi, kabupaten, dan kota telah selesai dilakukan pada 27 Juni lalu. Sesaat setelah pemilihan, sejumlah lembaga survei telah melakukan hitung cepat (quick count) dan memperlihatkan hasil kemenangan sementara. Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada juga melakukan penghitungan suara yang hasilnya dapat dilihat di laman resmi infopemilu.kpu.go.id. Namun, situs resmi KPU tersebut dinon-aktifkan karena adanya gangguan peretasan yang dilakukan hacker.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, KPU sengaja menon-aktifkan sementara layanan terhadap laman penghitungan hasil Pilkada guna menghadapi serangan atau peretasan dari luar. Namun, ia menegaskan bahwa hal itu tidak akan mempengaruhi hasil penghitungan suara resmi (real count) dalam Pilkada 2018.