REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin pada Kamis (5/7). Hasanuddin diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan anggaran pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun anggaran 2016.
Usai menjalani pemeriksaan, Hasanuddin mengaku dirinya dicecar soal prosedur pengadaan di Bakamla yang menjadi mitra kerja Komisi I DPR. Kepada penyidik ia menyebut melakukan dua kali rapat bersama Fayakhun dalam membahas pengadaan di Bakamla.
"Ditanya prosedur pada saat pengadaan, ada dua pengadaan rapat, rapat itu ada kesimpulan. Kesimpulan itu diserahkan ke Banggar," kata Hasanuddin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/7).
Kepada awak media, ia mengaku telah menjelaskan secara gamblang kepada penyidik KPK terkait prosedur pengadaan, termasuk untuk Bakamla yang dibahas di Komisi I. Menurut Hasanuddin, setelah semua pihak sepakat dalam rapat, Komisi Pertahanan lantas mengirimkan kesimpulan rapat tersebut kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR. "Sesuai dengan kesepakatan komisi satu, diajukan ke Banggar. Lalu setelah di Banggar bukan kewenangan komisi satu," terangnya.
Saat ditanyakan ihwal anggaran Bakamla pada APBN-P tahun anggaran 2016 yang diserahkan ke Banggar, Hasanuddin mengaku tak tahu. Menurutnya, bila terjadi perubahan pada anggaran tersebut semua dilakukan oleh Banggar. "Sehingga kami tidak bisa menjelaskan apa yang dilakukan, mengapa anggaran itu bisa naik bisa turun di Banggar," kata dia.
KPK saat ini masih terus mengembangkan proses penyidikan perkara tersebut, setelah menetapkan mantan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi sebagai tersangka. Sebelumnya, nama TB Hasanuddin pernah muncul dalam persidangan kasus suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla dengan terdakwa Nofel Hasan, mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla.
Saat itu, Fayakhun, yang dihadirkan sebagai saksi, menyebut Hasanuddin mengenalkan dirinya kepada Ali Fahmi, mantan Staf Ahli Kepala Bakamla Laksamana Arie Sudewo. Ali, yang juga politikus PDIP, disebut berperan membantu pengurusan anggaran Bakamla di DPR.
Fayakhun ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima uang suap senilai Rp 12 miliar saat dirinya masih duduk di Komisi I DPR. Uang Rp 12 miliar itu diterima pejabat Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta itu dari tersangka lainnya bernama Fahmi Darmawansyah yang merupakan Direktur Utama PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia.
Fayakhun diduga menerima imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp 1,2 triliun atau senilai Rp 12 miliar dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya M Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali. Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima uang sejumlah 300 ribu dolar AS.