REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pertanian AS Ted McKinney mengatakan penerapan genarilized of preference (GSP) membutuhkan perdagangan yang adil. Pernyataannya berkaitan dengan akan ditinjaunya negara-negara penerima GSP oleh AS.
McKinney mengungkapkan, GSP adalah konsep yang baik. Sebab GSP menargetkan negara-negara yang ingin diangkat AS sebagai mitra dagang. "Satu-satunya persyaratan adalah adanya perdagangan yang adil. Hambatan tidak diterapkan, sikap tebang pilih tidak ditunjukan. Pada dasarnya apakah Anda mengikuti peraturan umum?," katanya ketika menggelar pertemuan pers di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (18/7).
Ia menerangkan secara periodik, AS meninjau semua negara yang menerima atau mendapat fasilitas GSP. "Peninjauan terhadap GSP dilakukan di seluruh dunia, tidak hanya fokus di Indonesia," ujar McKinney.
Baca: Menteri Susi Yakin Ekspor Perikanan tak Terpengaruh GSP
Ia mengatakan GSP akan menjadi salah satu isu atau topik yang dibahas ketika Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita mengunjungi AS. Namun McKinney mengaku tak dapat menerangkan lebih spesifik tentang apa yang akan dibahas.
GSP merupakan kebijakan pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang. Saat ini Indonesia sebagai negara terbesar kedua di dunia tengah ditinjau AS terkait penerapan GSP.
Sebelumnya Enggartiasto Lukita telah mengatakan, dari tiga negara yang saat ini dikaji AS terkait GSP, hanya Indonesia yang diundang ke Washington. Selain Indonesia, dua negara lain yang tengah dikaji adalah India dan Kazakhstan.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Arlinda, mengatakan, pemerintah akan segera melakukan kunjungan kerja ke Negeri Paman Sam pada 21-28 Juli 2018, dan dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
"Kami akan ke Amerika bersama Mendag. Tentunya, dengan negosiasi yang menyatakan bahwa kita masih membutuhkan (GSP), mudah-mudahan, itu tidak dicabut," kata Arlinda, di Jakarta, Rabu (18/7).
Saat ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump tengah mengkaji kebijakan GSP, karena dinilai menyebabkan neraca perdagangan Negeri Paman Sam tersebut defisit dengan mitra dagangnya. Program tersebut berlangsung sejak 1976, dan sempat terhenti pada 2013, namun diberlakukan lagi pada Juni 2015.